Jumat, 26 September 2008

Recharge batere


Reformasi. Sebuah kata yang sampai sekarang belum jelas status keberhasilannya. Kecuali yang satu ini: pergantian rezim.

Sekitar waktu itulah.....titik awal perubahan dalam arah hidupku. Kesulitan hidup sungguh sangat terasa. Jam kerja dipotong setengahnya dalam seminggu, sementara aku punya dua dapur: aku sendirian kos di Bandung sedangkan istri dan anakku di Rembang. Kehidupan sosial pun tidak nyaman. Hampir setiap hari terjadi demonstrasi. Walau status resmiku bukan PNS, namun tiap kali tanggal 17, dengan pakaian KORPRI, mengikuti upacara, sangat takut jika berjumpa dengan peserta demo ini. Aparat Pemerintah (PNS) selalu menjadi incaran utama atas kemarahan mereka.

Akhirnya, aku putuskan untuk memanfaatkan sedikit tabunganku guna melanjutkan ke S2, mengisi pemotongan waktu kerja ini. Aku sempatkan juga mengajukan beasiswa ke perusahaan, tidak disetujui. Kemudian aku ajukan sharing: fifety-fifety, tetap juga tidak mendapatkan persetujuan. Dengan terpaksa, aku mengajukan cuti di luar tanggungan perusahaan!

Kos di daerah Pogung, sepeda federal pinjaman dari adik, berbekal rice cooker, sayur dan lauk cukup beli di warung, aku menjalani kehidupan kuliah ku yang kedua. Berteman dengan mahasiswa yang kebanyakan lebih muda, dosen, membuatku sedikit punya semangat untuk menyelesaikan kuliah S2 ini. Tiga semester awal, dapat dikatakan lewat dengan mulus. Tinggal semester akhir, empat: penelitian untuk thesis. Tabungan sudah menipis, sementara biaya yang diperlukan cukup banyak. Beruntung ada tawaran untuk ikut bergabung pada penelitian dosenku. Walalupun ada honor, setelah berlangsung beberapa lama, penelitian ini gagal karena biaya.

Aku harus mendapatkan dana terlebih dulu, untuk menyelesaiakan penelitian ini. Alhamdulillah ada tawaran proyek di Jakarta, dengan kantor di daerah Bendungan Hilir. Sekitar 6 bulan, aku tinggalkan kampus, mencari tambahan modal untuk penelitian. Sehabis proyek ini, aku kembali ke kampus, penelitian lagi. Dengan tema yang lain, kali ini tentang lingkungan, aku lanjutkan agar selesai S2 ini. Membutuhkan waktu lama dan tambahan biaya lagi! Aku masih beruntung juga, karena mendapatkan tawaran proyek di Madiun, sehingga bisa tiap akhir pekan melanjutkan penelitian di Jogja.

Dengan berbagai rintangan, penuh keprihatinan, pengorbanan keluargaku, usaha, doa dan kerja keras, juga bantuan dari teman dan keluarga, akhirnya aku dapat menyelesaikannya

IKATAN (tidak jadi) DINAS

Berawal dari sebuah niat untuk keluar dari kesulitan agar dapat terus kuliah, membantu meringankan beban orang tua, Alhamdulillah aku mendapatkan Beasiswa Ikatan Dinas dari sebuah perusahaan kontraktor nasional. Ini karena aku membayangkan ...dan tentu saja ikut merasakan .....Sugguhlah sangat berat bagi Bapakku yang hanya seorang guru SD menyekolahkan kelima orang anak-anaknya.


Sungguh, aku sangat tertolong oleh beasiswa ini, karena seandainya tidak, aku mungkin bakalan tidak dapat menyelesaikan kuliah. Mungkin orangtuaku akan berupaya sekuat tenaga, tetapi hati kecilku sungguh tidak tega memaksa Bapak seperti. Mungkin semua sudah "jalan' dari Allah SWT.


Setelah melalui seleksi yang cukup ketat, walau dengan IP yang mendekati ambang bawah persyaratan, aku lolos dan dinyatakan berhak memperoleh bea siswa tersebut. Penandatanganan kontrak dilakukan di kantor cabangnya Semarang, di jalan Pemuda. Lebih dari dua tahun aku tertolong, dan tiba saatnya untukku gantian mengabdi.....

Aku diwisuda pada akhir 1993, langsung melapor lewat surat. Karena cukup lama belum mendapatkan balasan, aku kemudian pergi ke kantor pusatnya di Jl TB Simatupang. Setelah beberapa kali datang ke kantor tersebut, menyaksikan banyaknya orang melamar, ada yang diantar bapaknya (seperti seorang pejabat), akhirnya oleh Manajer SDM, aku diberitahu mulai tahun depan, 1994 bergabung di Biro Operasi. Aku kemudian pulang ke rumah di Rembang, karena masih cukup waktu untuk menunggu di rumah.

Selang beberapa hari tiba di rumah, aku mendapatkan surat yang memintaku ikut melaksanakan tes seleksi pada pertengahan Desember 1993. Aku heran, bukannya aku telah mendapatkan arahan dari Manajer. Aku lebih percaya arahan Manajer, karena menurutku surat tersebut adalah kekeliruan, karena pada saat yang sama memang banyak pelamar.

Awal tahun baru 1994, di dalam bus, perjalanan ke Jakarta, untuk memulai kehidupan baruku. Hari pertama di kantor, sungguh di luar dugaan, ternyata aku tetap diminta untuk ikut seleksi oleh orang yang sama: Manajer SDM. Dan sebuah antklimaks, akhirnya.........aku dinyatakan tidak cocok bergabung dan mengabdi pada perusahaan yang telah memberikanku beasiswa. Sungguh....sampai sekarangpun aku masih penasaran.

Kamis, 25 September 2008

...banting setir.........


Awalnya memang terasa berat,....perlu waktu lama dalam berpikir untuk mengambil keputusan. Sebuah keputusan yang akan sangat berpengaruh dalam perjalanan menempuh kurang dari separoh kehidupan yang telah aku jalani.

Tetapi roda kehidupan meski terus berputar, dan sebuah keputusan harus aku buat. Ya....! keputusan itu adalah...: berangkat ke Nangroe Aceh Darussalam, sebagai "tenaga kemanusiaan" untuk memulihkan dan membangun kembali Aceh setelah tragedi tsunami 26 Desember 2004.

Berawal dari sebuah iklan lowongan pekerjaan di harian nasional, aku kirimkanlah aplikasi. Waktu itu ada dua tempat, Banda Aceh dan Meulaboh. Tidak tahu kenapa, kata hatiku lebih memilih di Meulaboh. Berselang sebulan setelah aplikasi aku kirimkan, aku mendapatkan panggilan wawancara, tidak tanggung-tanggung jauhnya: di Medan. Sedangkan posisiku ada di Surabaya. Alamaaaaaaaaak............jauh sekali! Cashflow waktu itu memang lagi tidak likuid (karena memang alasan tersebutlah aku mengirim aplikasi), duit tidak ada, yang ada hanya sebuah tekad untuk berubah! Oh ya......ada satu yang tersisa: Kartu Kredit! Inilah sang "Dewa Penolong".

Dengan bekal kartu gesek, aku dapat tiket pergi ke Medan, wawancara sekitar setengah jam, dengan bule australi, aku setengah berhasil, tinggal rundingan dengan istri untuk mendapatkan kata setuju. Setelah minta ganti uang tiket berangkat, dan diberi tiket untuk pulang oleh pihak yang mewawancarai, sore itu juga aku langsung pulang ke Surabaya. Lelah tapi menggairahkan!

Dan....akhir Mei 2005, mulailah kehidupan baruku itu, bergabung dengan NGO (Non Govermental Organization, LSM), sebagai seorang pekerja kemanusiaan di Meulaboh, Aceh Barat, Provinsi Aceh.

Kira-kira sepuluh hari sebelum keberangkatan, aku pergi ke Semarang untuk beli tiket A*** A**, Semarang - Medan, transit di Jakarta. Tidak banyak masalah, tiket kudapatkan. Beberapa hari menjelang hari H keberangkatan, aku mendapatkan telepon dari maskapai, bahwa tidak ada pesawat maskapai yang berangkat ke Jakarta, saya akan dialihkan dengan pesawat lain. Saya tidak berdaya, karena hanya lewat telepon, seberapa kerasnya aku komplain pasti tidak akan terpuaskan. Hari H keberangkatan, dengan diantar keluarga besar, aku berangkat ke Semarang. Langsung aku temui, perwakilan maskapainya, komplain. Saya jelaskan kalau saya sangat keberatan jika dioperkan ke pesawat lain, karena bagasi yang saya bawa sangat banyak, ibaratnya pindahan rumah. Bayangkan jika harus pindah bagasi di Jakarta, dengan membawa barang sebegitu banyak, check in lagi di tempat yang cukup jauh, sungguh sangat berat. Aku bersikeras kepala, tidak mau dipindahkan. Di dalam ruangan kecil aku mendapatkan penjelasan, bahwasanya pesawat yang seharusnya ke Jakarta, memang benar-benar tidak ada, karena dicarter. Mereka ngotot memaksaku untuk pindah pesawat Semarang - Jakarta, sementara yang Jakarta - Medan masih tetap menggunakan A*** A**. Enak aja pikirku, aku benar-benar sangat marah waktu itu, sampai-sampai ada staf lain yang ikut nimbrung mau aku lempar dengan kursi. "Diam...!" kataku. Tidak tahu kenapa, akhirnya masakapai mau memindahkanku ke pesawat lain, tapi Semarang - Jakarta - Medan, tanpa harus pindah bagasi, akupun menyetujuinya.

Setelah mendapatkan tiket, aku langsung check in. Kucoba melihat harga di tiket, e ternyata harganya lebih murah daripada yang aku beli di maskapai. Dan anehnya mereka tidak mengembalikan sisanya! Dasar! Aku mengutuk maskapai tersebut, tidak lagi akan memilihnya, selamanya!!!

Alhamdulillah, perjalanan ke Medan lancar, dan tiba dengan selamat di Polonia. Dijemput oleh sopir kantor, aku diinapkan di Guest House. Selama dua hari di sini, aku kemudian terbang ke Meulaboh dengan pesawat kecil (S**C), namun dengan suara yang sangat besar meraung-raung, berpenumpang sekitar 8 orang. Untuk pertama kalinya aku menaiki pesawat kecil ini. Sekitar satu jam, akhirnya mendarat di bumi Teuku Umar, sebuah tempat baru yang akan menyambut masa depanku, dengan visi yang benar-benar baru.

gara-gara akik

Jagoan ketigaku umurnya 8 tahun, kelas 2 Sekolah Dasar. Baru menyenangi akik yang saya beli di Martapura, sewaktu saya pulang bertugas dari ...