Minggu, 01 Juli 2012

Renungan: Dulu dan Kini

Jaman Aku kecil dulu.............
1. Petik buah di halaman, terus bagi ke tetangga kiri dan kanan
2. Buang bangkai dengan cara mengubur di halaman belakang dengan lubang yang dalam
3. Parkir sepeda di pinggiran, di larang duduk di pintu karena tak sopan
4. Naik Sepeda: tanpa suara, tanpa asap berkepulan
5. Bangun pagi: isi bak mandi dengan timba dari sumur, baru bisa sarapan
6. Sore hari mengaji lalu belajar
7. Main Umpetan barengan, berteman kegelapan dan cahaya rembulan
8. Cari kayu bakar, gratis dan mudah mendapatkan
9. Bantu kerjaan orang tua, kalau tidak mau dihukum gak dikasih makan
10.Hiburan massal; layar tancap sekali sebulan!


Jaman Sekarang:
1. Bodo amat dengan tetangga, bisa metik aja masih mendingan! (Karena sering kecurian)
2. Ada bangkai: lempar aja ke jalan!
3. Parkir aja sembarangan, kalaupun ada mobil yang kesulitan mau lewat yaa..biarkan!
4. Knalpot melengking kencang, gagah-gagahan!
5. Bangun pagi, tunggu sarapan kalau tak ada ya beli di sekolahan.
6. Sore hari waktunya sinetron, kalau enggak ya FACEBOOk-an
7. Masih ngumpet sih...tapi untuk internetan
8. Minta pulsa, buat SMS-an
9. Tidak pedulian, bahkan orang tua yang menyuruh makan
10.Bentuk perkumpulan, eksiskan diri, cari mangsa tiap malam..................

Minggu, 17 Juni 2012

Oleh-oleh....? Ternyata dari tanah air!

Jangan terburu-buru dalam membeli oleh-oleh di tanah suci, teliti terlebih dulu barang tersebut, karena ada beberapa barang yang ternyata berasal dari tanah air, dikirim ke tanah suci, untuk kemudian dijual bagi para jamaah haji dari seluruh penjuru dunia.

Saya tidak sengaja menemukan fakta tersebut, ketika setibanya di tanah air, berkesempatan berjalan-jalan di Martapura, Kalimantan Selatan. Barang-barang yang banyak dibeli oleh jamaah haji sewaktu di tanah suci, saya temukan di pertokoan di Martapura ini. Peci, baju gamis, minyak wangi dan pernik-pernik tasbih. Kata sang pedagang tersebut banyak barang-barang yang dibuat di Kalimantan (Selatan) terus dikirim ke Tanah Suci. Seperti tasbih, katanya, ada yang bahannya memang dari luar (kayu kokka) diolah di Kalimantan, setelah jadi baru kemudian dikirim kembali ke tanah suci.

Memang, saat saya belanja di Martapura, barang-barang tersebut: seperti tasbih, banyak dijual dengan mutu yang sangat bagus. Rasanya memang masuk akal, kalau tasbih tersebut memang produk dari Kalimantan, diekspor ke Arab Saudi, dan dijual kembali bagi para jamaah haji, termasuk jamaah haji dari Indonesia sendiri.

Jadi, teliti sebelum membeli kalau tidak mau merugi!

Sabtu, 16 Juni 2012

Potret Buram di jalur PANTURA

Rasanya lain, ketika biasanya kita menggunakan mobil penumpang dalam perjalanan jauh berganti dengan naik mobil barang.

Pertama-tama dalam hal kenyamanan, tentu saja naik mobil barang kurang nyaman. Hal yang biasa, sangat lumrah!

Hal berikutnya adalah: Serasa sebagai santapan enak bagi aparat penguasa jalanan. Naik mobil barang, kita berkewajiban masuk ke stasiun penimbangan kendaraan. Namanya juga sedang dalam perjalanan, mesti kita mengejar waktu. Untuk praktis biasanya pengemudi memilih praktek salam tempel kepada petugas: lewat, lipat uang, salam tempel, lanjutkan kendaraan........

Kemudian di saat perjalanan, akan banyak petugas yang memelototi kita dan menyuruh kita berhenti: sekalipun muatan kita "tidak seberapa". Ada yang menanyakan surat KIR, Pening, Pengecatan Nomor Kir, dan ada juga yang menanyakan Surat Ijin ....apa gitu saya lupa.....Petugas menunjukkan contoh surat tersebut, tapi anehnya yang ditunjukkan adalah Surat dari luar daerahnya tempat dia bekerja. Tidak kalah canggihnya, untuk menakut-nakuti sang sopir mereka juga melengkapi Kertas Sakti yang berisikan nilai denda-denda atas pasal-pasal yang dilanggar sang sopir!!! Yang mengagumkan, Petugas tersebut masih muda-muda lagi.......

Aku membayangkan, bagaimana penderitaan sang sopir yang muatannya berlebih, atau surat/dokumennya tidak lengkap, jadi apa mereka......?

Selasa, 22 Mei 2012

Jogjaaa....!

Napak tilas, itulah kata-kata pertama yang terlintas dalam benakku ketika mendapatkan tugas berangkat ke jogja menemui mitra kerja sebelum berangkat ke luar kota yang lebih jauh lagi.

Perjalanan dimulai dengan naik bus dari kota tua Lasem menuju ke Semarang. Berbeda dengan waktu dulu memang, kali ini naik PATAS: ber AC, dua kursi dengan masing-masing dua tempat duduk dalam satu barisnya. Cukup nyaman. Jalanan sudah cukup lebar, walau masih ada perbaikan di ruas-ruas tertentu yang bisa membuat macet perjalanan. Lama perjalanan tidak jauh berbeda untuk tiba di Semarang.

Terminal Semarang; masih tetap seperti dulu, kumuh dan jorok sangat jauh berbeda dengan Terminal Bungurasih di Surabaya: bersih, tertib dan nyaman. Teringat saat kuliah dulu, cukup beli tiket peron terminal sekali kemudian simpan ke dalam dompet, dan tunjukkan ke petugas tiap kali masuk ke dalam terminal ini, Irit!

Setelah turun, saya berpindah ke Bus PATAS jurusan Jogja. Keluar area terminal, masih tetap seperti dulu: macet di pertigaan jalan Kaligawe. Tidak tahu, apa petugasnya tidak merasakan kemacetan ini, atau memang sudah putus asa menangani kemacetan, sehingga masih saja MACET, seperti dua puluh tahun silam.

Selepas jalan Kaligawe, kini sudah ada jalan tol, sehingga tidak perlu repot-repot memecah kemacetan di tengah kota Semarang. Perjalanan lancar sampai dengan menjelang kota Magelang, di daerah Payaman yang macet karena ada perbaikan jalan. Menjelang masuk Muntilan, terlihat puncak Merapi sehabis letusannya sekitar dua tahun yang lalu. Juga di sungai-sungai yang terlewati, sisa lahar dingin masih terlihat nyata menyumbat aliran sungai ini.

Tiba di Terminal Jombor, penumpang diturunkan dari bus patas ini, dan dipindahkan ke mobil station bagi yang bertujuan ke Terminal Giwangan. Jalan lingkar sudah terbangun mulus, mengantarkan saya ke Terminal Giwangan, pengganti Terminal Umbulharjo yang sudah berganti menjadi mall, kata sang sopir mobil station ini. Di perjalanan menuju Terminal Giwangan ini, dapat saya saksikan terjadinya perbedaan nuansa dengan saat saya kuliah dulu. Hampir di sepanjang jalan, terlihat toko-toko fashion, butik, disctro dan sejenisnya yang sangat menjamur tumbuh di Jogja. Juga mini market - mini market, yang buka 24 jam.

Ketika pesawat yang seharusnya membawa berangkat ke luar kota dari Jogja tertunda, terpaksa saya harus menginap di kota Jogja. Sewaktu memesan hotel langganan di sekitar JAKAL (jalan kaliurang) sudah full booked, karena bersamaan dengan acara wisuda di UGM, sehingga cukup sulit untuk mendapatkan hotel tempat menginap. Dengan terpaksa, saya menemukan "KOS EKSKLUSIF". Wouw....Kamar kos bertarif hotel: AC, TV, Air panas, spring bed. Di parkiran berjejer mobil-mobil, di pintu depan resepsionis dengan kuitansi dan setumpuk surat pernyataan yang harus ditanda tangani calon penghuni! Harganya? Harga sewa semalam sama dengan sewa kamar kos saya untuk setahun di dua pukluh tahun lalu!

Zaman telah berubah............., Jogjapun juga!

Tips Praktis barang2 yang perlu dibawa oleh calon jamaah haji

Di tanah suci, kita akan banyak bergerak, berpindah tempat dan berkumpul dengan jutaan orang dari seluruh pelosok penjuru dunia. Kita berusaha untuk tetap dalam satu kelompok, terutama saat awal-awal kedatangan di tanah suci. Akan tetapi kondisi yang demikian sangat sulit tercapai, karena ya itu tadi: jutaan jamaah berkumpul jadi satu!. Berikut adalah tip praktis, barang-barang yang perlu dibawa, dan kegiatan sehari-hari di tanah suci:

1. Sesedikit mungkin membawa uang tunai. Uang saku dari Pemerintah saat pembagian di Embarkasi, sudah lebih dari cukup. Bawalah ATM yang berlogo "Cirrus", "Visa" dan sejenisnya. Kalau kekurangan uang baru mengambil di ATM setempat yang banyak kita jumpai. Untuk itu harus familiar dengan bahasa Inggris dan Arab. ATM di tanah suci bisa mengeluarkan lebih dari satu macam pecahan dalam sekali penarikan. Tidak seperti ATM di tanah air, yang hanya bisa mengeluarkan satu macam pecahan saja dari satu ATM; kalau tidak 50 ribuan ya seratus ribuan. Mata uang yang muncul, sudah pasti dalam bentuk riyal. Saldo kita akan dikonversikan secara otomatis ke dalam riyal.

2.Pakaian juga sesedikit mungkin, karena biasanya kita akan berbelanja pakaian di tanah suci, baik itu untuk kepentingan kita sendiri maupun untuk oleh-oleh handai taulan. Kebanyakan kita akan membeli perlengkapan sholat: baju gamis, sajadah, mukena, tasbih dll di tanah suci, walau sebenarnya barang-barang tersebut bukan produk Arab Saudi, tetapi dari Cina, India, Turki atau bahkan dari Indonesia sendiri.

3. Perhiasan tidak perlu dibawa. Walau tanah suci aman dari kejahatan, tetapi kehilangan barang tidak selalu berasal karena kejahatan, tetapi bisa dari kelalaian diri kita sendiri.

4. Pilih sandal yang "tampil beda", karena di tengah tumpukan sandal dari jutaan jamaah kita akan lebih mudah menemukannya. Apalagi saat di Arofah dan Mina, berkumpul dalam satu tenda, orang akan dengan mudah keliru untuk memakai sandal yang mirip dengan miliknya sendiri, tanpa disengaja. Apalagi kalau dengan sengaja, karena terburu-buru.

5. Bawalah tas pinggang / ransel untuk membawa barang bawaan: bekal makanan, minuman, perlengkapan sholat, pakaian ganti ataupun jerigen air zam-zam sekalian, jika kita masukkan ke dalam tas pinggang/ransel akan terasa lebih ringan jika dibandingkan dengan mengangkatnya dengan tangan. Kita akan lebih senang meminum air zam-zam setiap hari di tanah suci. Untuk itu, kita akan mengambil persediaannya di masjidil haram untuk kemudian kita bawa ke maktab. Demikian seterusnya kita sehari-hari di sana.

6. Untuk yang berpasangan, setelah thowaf dan sa'i berdua, akan lebih aman jika kemudian saat sholat berjamaah, sang istri mengambil tempat khusus puteri. Tempat tersebut kemudian diingat-ingat terus, untuk selanjutnya setiap kali, beribadah dipakai sebagai tempat bertemu kembali. catat nomor pintu, atau nomor rak Alquran terdekat dengan posisi istri/ sang puteri.

7. Usahakan ke tempat wudlu / kamar kecil jauh sebelum saat pelaksanaan sholat berjamaah. Malahan kalau bisa, pergilah ke tempat tersebut saat selesai waktu sholat berjamaah, karena saat tersebutlah tempat-tempat tersebut relatip sepi pengunjung.

8. Kalau hendak berumroh dengan miqot di Masjid 'Aisyah (Tan'im)hendaklah berombongan. Dengan begitu kita akan dapat berlangganan dengan mobil yang sebelumnya telah kita naiki, kemudian kita mintai nomor telponnya, sehingga kita tinggal menelpon dia dan janjian berangkat jam berapa. Biasanya, kebanyakan berangkat tengah malam, kemudian thowaf, sa'i istirahat sebentar sambil menunggu waktu shubuh. Sedangkan kalau mau sendiri/berdua cukup gampang juga hanya perlu waktu menuggu sampai pempangnya penuh baru berangkat. Sedangkan kalau pengin tarif lebih murah, bisa berangkat setelah shubuh naik bus di terminal dekat masjidil haram, berjalan kaki kurang lebih setengah kilometer, dengan tarif 2 SAR sekali naik.

9. Untuk berkomunikasi dengan keluarga di tanah air, sekarang banyak pilihan. Tanpa perlu ganti SIM card pun bisa. Tapi pengalaman kami, dengan mengganti SIM card dengan kartu M*B*L* komunikasi tidak menemukan hambatan. Panggilan telpon tidak terlalau mahal, dan yang lebih penting adalah transfer data via internet tidak terasa potongan pulsanya. Tidak seperti operator di tanah air, jika kita tidak menggunakan yang "unlimited", pasti borosnya tidak ketulungan. Untuk menghemat biaya komunikasi, kami menggunakan "Whatsapp" versi android, dimana kita dapat chatting, kirim gambar, bahkan video kepada keluarga di tanah air. Atau sekali-sekali menggunakan "skype" yang gratis tetapi kualitasnya kurang bagus.

Demikian trip praktis ini, semoga bermanfaat dan menjadikan Haji anda Mabrur........

Minggu, 13 Mei 2012

Peringatan Allah via "umur" seorang teman

Inna lillaahi wainna ilaihi rooji'uun......Menjelang beberapa minggu lagi usiaku bertambah setahun, dan itu artinya semakin mendekati batas usiaku, aku mendengar kabar dari rumah C2N, bahwa temanku: dari SD hingga SMP meninggal dunia. Subhanallah, ternyata aku Kau beri umur yang berlebih!

Teringat aku saat-saat di SD, hampir tiap malam belajar bersama-sama di rumahnya: bertiga. Tiap kali belajar bersama, Ibunya menyuguhiku minuman manis, dan kadang-kadang kue apa adanya. Dan yang paling selalu aku ingat adalah tatkala, ibunya pulang dari Ibadah Haji, aku diberinya air ZAM-ZAM. Pada saat itu, saaat aku kecil, air ZAM-ZAM masih sangat-sangat langka, tidak seperti sekarang ini. Entah sengaja atau tidak: aku ketularan, mengikuti jejak Ibunya: bisa ke tanah suci.

Sebelumnya dia bersekolah di Madrasah Ibtida'iyah, tetapi kemudian pindah ke SD, dan seperti kebiasaaan anak-anak di desaku, sepulang SD, siangnya berlanjut ke Diniyah sampai sore. Malam harinya mengaji di surau. Demikian seterusnya sampai ke SMP. Selepas SMP kami terpisah, dia ke PGA (Sekolah guru untuk Pendidikan Guru Agama) dan saya ke SMA. Lulus PGA, dia mondok di Kediri, dan saya kuliah di Jogja. Dia sempat bermain ke tempat pondokan saya sewaktu kuliah, dan bermain bareng di Jogja.

Sampai tiba saatnya berkeluarga, dia tetap tinggal di C2N, sementara saya merantau kemana-mana tetapi keluargaku saya tinggal di C2N, sehingga masih sering bertemu dan mengobrol dengannya.

Sekeluarganya, tergolong berbadan besar semuanya, atau kebanyakan orang menyebutnya "gemuk", kayaknya ada lima bersaudara lelaki semuanya. Memang akhir-akhir ini, aku mendengar dia terkena banyak penyakit: jantung dan entah apa lagi. Mungkin karena "gemuk" inilah yang membawanya cepat-cepat pergi meninggalkan aku selamanya........Selamat jalan sobat, aku sangat bahagia pernah berkawan denganmu walau hanya "sesaat", semoga Allah menempatkanmu ke dalam tempat terindah, yang tidak pernah ada sebelumya, di dunia.

Rabu, 09 Mei 2012

Plat Palsu: PANUTan apa PANUan

Jabatannya Ketua Besar, jadi panutan banyak orang, namun dengan sengaja memasang plat nomor palsu untuk kendaraannya. Sudah begitu, tidak dengan rendah hati meminta maaf, tapi menyalahkan sang sopir yang menggnati plat nomor palsu tersebut dengan alasan sering dibuntuti orang.

Sang Ketua Besar ini, ketika usai dari KPU dengan "bersih" bergabung ke partai, sementara beberapa koleganya terseret kasus korupsi, sempat menjadi pundak penaruh harapan di tengah-tengah sulitnya mencari sosok pemimpin nasional yang mumpuni. Namun...............kehidupan partai telah menyeretnya ke pusaran "kekeruhan" nama baik dan reputasi. Apalagi, ketika beberapa kolega partainya terseret kasus dan menyebut-nyebut namanya, maka lunturlah nama baik dan reputasi tersebut.

Jumat, 20 April 2012

eKTP vs Kartu INAFIS

Apa itu e-KTP? Apa itu Kartu INAFIS? Saya tidak banyak tahu, keduanya sekalipun!. Karena sampai saat ini (21 April 2012) saya belum punya e-KTP, apalagi kartu INAFIS.

Kalau menurut dugaan saya, keduanya tidak jauh berbeda cuman di tujuannya saja! Yang satu untuk kepentingan administrasi kependudukan di Kemendagri, dan yang satunya lagi untuk kepentingan pelacakan untuk kepentingan POLRI. Apakah sebenarna tidak bisa digabung? Kalau itu tinggal masalah koordinasi semata. Kalau mau ditangani Kemendagri, POLRI tinggal "pesan" kepada Kemendagri: data-data apa saja yang perlu ditambahkan untuk mengakomodir kepentingan POLRI. Kalau sudah sedemikian POLRI bisa konsentrasi penuh menangani tugas-tugasnya yang keteteran tertangani dikarenakan minimnya aparat POLRI dibanding jumlah penduduk RI yang sangat begitu besar. Atau kalau mau ditangani POLRI, Kemendagri tinggal "pesan" data apa kepada POLRI, beres! Tapi kalau melihat saat sekarang, dimana e-KTP sudah berjalan, ya...sudah terlambat.

Mengapa bisa terlambat? Itulah Indonesia: kalau bisa diperlambat, kenapa harus cepat-cepat? Kalau bisa dibuat repot, kenapa harus lancar?????

Senin, 16 April 2012

nasib....nasib.....(derita rakyat kecil)

Tidak tahu lagi siapa yang salah, yang lebih salah dan yang sangat-sangat salah.

Awalnya berita di koran, seorang kelasi tewas dibunuh gara-garanya karena menegur sekawanan pemotor yang menghalang-halangi jalannya truk yang sedang dia kawal. Entah karena lambat ditangani oleh pihak Kepolisian, atau karena ada sebagian orang yang tidak sabar karena penanganan kasus pembunuhan tersebut yang lambat, tidak berapa lama kemudian muncullah aksi balasan. Mereka yang tidak sabar ini kemudian menyerang beberapa gerombolan pemotor di beberapa titik lokasi, dan pos polisi!

Polisi bertindak, dengan menggandeng TNI mereka berpatroli untuk mencari gerombolan pemotor tersebut. Kenapa perlu "gandengan"? Bukankah sudah diberi kemandirian, lewat Undang-Undang yang sah? Lantas, dalam kasus teroris kenapa Polisi bisa begitu sangat sigap, serang sana sini, tangkap sana sini. Apalagi kalau menyangkut rakyat kecil......?

Coba saja kalau kita sudah berupaya "taat peraturan", kita pasti masih dicari-cari kesalahan yang lain, bukannya malahan diapresiasi: kasih ucapan selamat misalnya. Pernah suatu ketika bertugas di Kalsel, perusahaan sudah membeli BBM industri, tiba gilirannya untuk dibagi-bagi ke lokasi yang memang tersebar, di tengah jalan terhadang patroli, e.......surat-surat sudah lengkap sekalipun, masih saja diminta ini-ini.....dilimpahkan ke teman polisi berikutnya, berbelit-belit lah pokoknya. Begitu tidak menemukan kesalahan, e......dibiarin begitu saja.

Sebenarnya Polisi mempunyai banyak kesempatan untuk membangun citra, yang langsung bisa kelihatan di mata warga. Ini berbeda dengan tempat TNI, yang sukar untuk dilihat warga. Polisi akan dengan mudah dilihat warga untuk kemudian dinilai bagus dimata warga, jika dijalan ketika patroli, memberi apresiasi, memberikan edukasi terhadap kesalahan yang sangat ringan dan memberitahu kesalahan warga seandainya memang rambu-rambu larangan tidak/kurang terlihat dengan jelas. Bukannya menunggu sebuah jebakan atas kekurangtahuan warga.

Rabu, 04 April 2012

Rusak...... rusak......oh negriku (2)

Menyiapkan kondisi sosial sebuah proyek; sebuah tugas berat. Salah bicara sedikit ke warga, kacaulah pelaksanaannya. Pertama kali kami datangi adalah Kepala Desa. Walau sebenarnya yang berkepentingan adalah cuma Bapak Kepala Desa, tetapi ternyata ada beberapa perangkatnya yang nebeng. Ada maunya, tentu!

Setelah menyampaikan kepentingan, mohon bantuan untuk kelancaran proyek kami, maka meluncurlah berbagai titipan dari mereka. Mulai dari pekerja, bantuan kas desa dan suplier material yang harus dari warga desa. Juga informasi dari mereka: adanya LSM dan ORMAS yang nantinya hendak ikut berperan, dan "riak-riak" kecil yang pasti akan terjadi saat proyek berlangsung karena alasan debu atau bising.

Berikutnya, adalah POLSEK, unsur dari MUSPIKA. Dengan kepentingan yang sama, kami datangi. Informasi yang hampir sama juga kami dapatkan: LSM, ORMAS dan "riak-riak kecil". Dua unsur MUSPIKA berikutnya, belum sempat kami datangi, karena keterbatasan waktu.

Setelah itu, Tim lapangan kami datangkan untuk memulai: pelaksanaan proyek. Benar juga informasi-informasi tersebut. Tim kami, hampir tiap waktu mendapatkan kunjungan dan SMS, dari anggota LSM, anggota ORMAS, oknum pejabat pengamanan, meminta koordinasi tetapi ujung-ujungnya sebenarnya adalah permintaan dana. Walau Tim kami sudah menjelaskan, bahwa kita sudah berkoordinasi dengan perangkat desa dan kecamatan, tetap saja kunjungan dan SMS selalu kami alami dan terima: setiap hari, lebih dari sekali.

Di kesempatan berikutnya, dengan tim yang lebih komplit, dengan ditambah seorang aparat yang lebih "mentereng", kami datang ke lokasi untuk berkoordinasi: LSM, ORMAS, dan aparat keamanan. Sedikit panjang negosiasi, akhirnya tercapailah "kebijaksanaan" dari perusahaan: ada dana untuk mereka. Meski mereka meminta agar dibayar segera, kami bersikukuh tidak bisa, karena kami belum mendapatkan dana dari pemberi kerja.

Dan.....benar, setelah rapat koordinasi tersebut, kunjungan dan SMS tidak ada yang kami terima. Yang masih ada, yaitu "riak-riak kecil" lainnya, yang sanggup kami hadapi.

Sisi lainnya? Masih ada! Urusan administrasi proyek dengan pemberi kerja. Hampir di setiap pintu dan loket untuk pengurusan administrasi, diperlukan "password". Kalau tidak ada, akibatnya jangan ditanya! Pasti menunggu lama dan sangat lama...........Ketika itu, salah seorang teman akan mengurus administrasi (surat) perijinan ke pihak owner (sebuah perusahaan perminyakan), menemui seorang staf. Setelah berkas diserahkan, staf tersebut mengatakan: jadinya "nanti" ya, karena Bos baru ada tamu. "Nanti kapan?" teman saya balik bertanya. "Ya nanti, karena Bos masih ada tamu", jawab staf tak kalah sengitnya.Beberapa saat kemudian, setelah teman saya memberikan "password". Staf tersebut menjawab," Nanti jam 3 hubungi saya ya!".

Berhajilah selagi Muda (07) ARMINA

Inilah inti ibadah Haji. Perjalanan dimulai pada tanggal 8 Dzulhijjah, dari Mekah menuju Arofah. Ada beberapa rombongan yang mengambil tinggal terlebih dulu di Mina, tidak langsung di Arofahnya, Hari Tarwiyah. Sedangkan rombongan kami lebih memilih amannya, mengingat pada hari-hari tersebut lalu lintas sangat padat, mudah sekali terjebak kemacetan. Jika terkena macet, sebelum tiba di Arofah pada tanggal 9 Dzulhijjah, saatnya wukuf, maka gagallah haji kita. Kenyataannya memang ada beberapa rombongan yang tibanya di arofah pada tanggal 9 dzulhijjah pada sore harinya. Padahal Wukuf dimulai setelah matahari tergelincir, tanggal 9 dzulhijjah.

Berangkat dari Mekah, setelah sholat jumat, tanggal 8 dzulhijjah, rombongan kami tiba di Arofah sekitar waktu ashar. Jaraknya tidak terlalu jauh memang, sekitar 5 kilometeran. Cuman lalau lintasnya saja yang sangat padat. Sholat berjamaah, dzikir, baca Quran adalah kegiatan utama di sini selain mengantri! Bayangkan, seluruh jamaah haji terkonsentrasi di Arofah dengan fasilitas yang terbatas: makan dan minum, dan MCK. Memang benar di sinilah kesabaran para jamaah haji diuji, terutama dalam hal kesabaran mengantri. Mau makan: antri, mau ke MCK antri, yang paling tidak enak adalah ketika sudah sangat kebelet untuk buang air besar masih harus tetap menunggu antrian karena jamaah di depan kita tidak mau mengalah untuk memberi tempat terlebih dulu.

Pagi hari menjelang sholat shubuh, suasana di Arofah bergeliat oleh kegiatan para jamaah yang sudah antri mengular untuk berthoharoh :ke toilet, mandi, dan wudlu. Setelah sholat shubuh berjamaah, antri lagi untuk sarapan pagi. Setelah itu sholat dluha, mengaji dan bersiap-siap wukuf setelah sholat dluhur terlebih dulu. Suasana haru sudah mulai terasa semenjak pagi itu.....dan lebih terasa saat setelah sholat dluhur. Keharuan, kesyahduan, sesenggukan, tangisan dan linangan air mata sudah dimulai semenjak khotbah wukuf disuarakan.

Dan puncaknya.......adalah saat wukuf itu sendiri! Tangisan, sesenggukan dan linangan air mata yang tiada henti membasahi arofah yang kering kerontang. Apalagi suasana Arofah memang sudah demikian adanya: hening dan syahdu! Sangat terasa. Tempat bertemunya Nabi Adam dan Ibu Hawa, nenek moyang umat manusia di seluruh dunia.

Menjelang maghrib, jamaah berkemas untuk menuju muzdalifah, mabit sampai menjelang fajar, mengumpulkan batu-batu untuk jumrah di Mina. Jaraknya juga tidak jauh, hanya karena lalu lintas yang padat yang sering membikin para jamaah terlambat tiba di muzdalifah. Oleh karena alasan tersebut, ada beberapa jamaah yang lebih memilih berjalan kaki dari arofah menuju ke Muzdalifah. Setelah mengumpulkan batu-batu, jamaah beristirahat, tidur ayam, untuk kemudian bangun lagu dan bersiap-siap menunggu jemputan bus ke Mina, pagi dini harinya.


Perlu berhati-hati di muzdalifah, usahakan tetap berkumpul dengan rombongan, karena seluruh jamaah berkumpul di satu titik ini. Sekejap terpisah, sangat sulit menemukan rombongannya kembali. Meskipun di sini waktunya cuma sebentar, namun saya menjumpai begitu banyak jamaah haji dari daerah lain yang tersesat mencari teman satu rombongannya. Dan justru karena sebentar, jika kita tersesat dalam waktu yang lama akan mengacaukan jadwal pemberangkatan menuju ke Mina, tempat melaksanakan jumroh.

Menjelang dinihari, bus jemputan mulai berdatangan di muzdalifah. Kloter demi kloter berbaris menuju pinggir jalan, tempat untuk naik ke dalam bus yang akan membawa kita menuju Mina. Tidak perlu waktu lama untuk sampai di Mina, karena jaraknya yang tida jauh. Istirahat sebentar, bersih-bersih, mandi, ambil wudlu lalu rombongan bersiap-siap menuju jamarat. Pemilihan waktu dini hari ini bukannya tanpa alasan, karena untuk menghindari kesesakan dan penuhnya jamaah di siang hari. Banyak jamaah yang mencari waktu utama (afdhol) yaitu setelah matahari tergelincir di siang hari. Apalagi jarak yang harus kami tempuh dari perkemahan ke jamarat cukup jauh, sehingga kalau berangkat siang hari dengan panas matahari yang cukup terik, akan menguras tenaga kita, meskipun di beberapa titik disiapkan tempat untuk minum air dan MCK secara gratis. Takbir dan tahmid selalu berkumandang menemani setiap langkah kita bersama-sama dengan umat islam dari belahan dunia lainnya. Jumrah hari pertama cukup melempar di jumarah aqobah, satu tempat saja.

Hari kedua di Mina, seperti hari sebelumnya, kita harus melaksanakan jumrah, tapi kali ini di tiga tempat, Ula, wustho dan aqobah. Kali ini, saya berempat: istri dan sepasang teman: suami istri, memisahkan dari rombongan karena kami berniat untuk melaksanakan tanazul: menyempatkan ke Mekah untuuk thowaf ifadloh lalu kembali lagi ke Mina untuk mengambil nafar tsani. Berbeda dengan para jamaah lain dalam satu rombongan yang kebanyakan memilih nafar awal. Selesai, ketiga jumroh, kami berempat berjalan kaki menuju titik tempat adanya taksi tujuan Mekah. Sebelumnya kami sudah mendapatkan informasi, bahwasanya saat-saat wukuf tarif taksi akan naik berlipat. Benar saja, kami per kepala dikenai harga SAR 10 untuk harga yang biasanya cuman SAR 4-5.

Tiba di Mekah, kami langsung melaksanakan thowaf ifadloh dan sa'i, dengan rasa lelah yang tidak terkira, setelah sebelumnya jalan kaki dari kemah menuju ke jamarat. Alhamdulillah, masih kuat juga. Tetapi tiba gilirannya untuk pulang ke Maktab di Nakassah dan balik lagi ke Mina.....? Sungguh-sungguh tidak kuat. Maka, kami berempat memutuskan untuk naik taksi menuju ke Maktab di Nakassah. Berapa tarifnya? SAR 150 !!! Sungguh sebuah harga yang mencekik. Tapi, gimana lagi? Sudah tidak ada pilihan. Padahal harga biasa naik taksi berombongan cukup cukup dengan harga SAR 2, atau taksi yang bagus (isi 4 orang), harganya SAR 5.
Di taksi sambil ngobrol dengan sopir, yang kebanyakan lebih banyak pakai bahasa monyet (baca: isyarat), kami mendapatkan informasi kalau sopir tersebut berasal dari Afganistan. Tidak lupa pula membuat janji dengannya untuk mengantarkan kami nanti malam ke Mina, setelah kami istirahat cukup di maktab. Dengan tujuan Mina, berangkat dari Nakassah, harganya lebih gila, yaitu SAR 350.


..........................tunggu kelanjutannya!

Senin, 26 Maret 2012

Rusak.....rusak.....oh negriku

Lama bertugas di pedalaman Kalimantan, senang rasanya begitu mendapatkan penugasan di Jawa, serasa pulang kembali ke tanah leluhur, padahal sebenarnya sudah dapat jatah pulang cuti tiap dua bulan sekali selama seminggunan. Jreng jreng......!!

Apalagi mendapatkan informasi yang lebih detail lokasinya, yaitu: Rengasdengklok! Tuing....langsung nyambung pikiran saya, itu kan nama daerah yang punya nama harum dalam sejarah revolusi fisik kemerdekaan kita. Di tempat itulah para pemuda kita mengamankan duet proklamator kita, sebelum mereka memproklamirkan kemerdekaan bangsa Indoonesia. Pastilah warganya tidak jauh beda dengan para pemudanya dulu: Nasionalis tulen, rela berkorban untuk bangsanya.

Dari arah Jakarta, keluar tol di gerbang Karawang Barat, masuk ke arah pantai utara menyusuri sungai (buatan) untuk menuju ke Rengasdengklok. Melihat pemandangan di sekitar jalam masuk ini, timbul pertanyaan dalam hati; apa betul suasana indah tentang Rengasdengklok yang ada di benak saya itu? Jajaran rumah yang kurang terawat dengan baik, sanitasi kurang bagus, drainase mampat, pemuda-pemuda tanggung yang nongkrong di pinggir-pinggir jalan atau di kedai, atau yang menjadi pak ogah: pengatur lalu lintas yang meminta imbalan suka-suka.

Benar saja......begitu melewati Tugu/monumen peringatan di tanah lapang, coretan-coretan cat dengan tulisan yang merusak keindahan ada dimana-mana. Inikah penerus generasi para pengharum bangsa, di Rengasdengklok? Monumen tidak terawat, kambing gembalaan berkeliaran di sekitar, tempat kotor dan kumuh seolah-olah terabaikan dan seorang tua renta berdiri di tengah jalan meminta kutipan kepada setiap kendaraan yang melintas. Aku langsung malas untuk turun untuk mengabadikan kenangan, memilih untuk terus masuk ke dalam menuju ke lokasi proyek.

Lebih ke dalam, perasaanku keadaan juga semakin lebih buruk: lebih kotor dan kumuh dibandingkan sebelumnya. Kendaraan mendadak macet, mengantri.......: " Ada apa pak?" tanyaku kepada seseorang yang sambil menggendong anak kecilnya berdiri di pinggir jalan ikut melihat keramaian yang ada jauh di depan. "Biasa......rebutan cowok!" jawabnya. Hah.....?! Logika normalku, di kebanyakan daerah yang telah aku datangi, lebih banyak cowok yang kesulitan untuk mendapatkan pasangan cewek. Lha ini, di sini......malahan terbalik. Alhamdulillah keributan cepat terurai, dan kendaraan terus bisa masuk ke dalam, tibalah di lokasi.

Pada lain waktu, saat proyek sudah dimulai, pada tahap awal-awal, kerumitan yang sebenar-benarnya terjadi! Perangkat desa ketika saya datangi dalam sosialisasi dan perkenalan, menjelaskan kerumitan yang mungkin timbul di desanya: tuntutan uang debu, uang bising, titip pekerja, dan oknum LSM yang akan meminta biaya tertentu. Prediksi itu memang benar adanya, bahkan lebih parah. Ketika kami akan memobilisasi alat berat ke lokasi proyek, kami menghadap terlebih dulu kepada aparat setempat untuk meminta bantuan pengawalan. Sambil memberikan biaya transport untuk mengawal alat berat tersebut, kami dengan sangat-sangat meminta bagaimana caranya alat berat tersebut harus tiba di lokasi malam itu juga. Untuk sekedar jaga-jaga, kami juga meminta bantuan hal yang sama kepada suplier lokal kami. Tatkala malam tiba, sekitar pukul 23.30 WIB, meluncurlah trailer yang membawa alat berat dari daerah Cakung keluar pintu tol di Karawang Barat. Sebelumnya sudah saya atur, agar antara Sopir dan pengawal (dari aparat) untuk berkoordinasi, untuk ketemu di suatu titik setelah keluar pintu tol. Tidak saya sangka........ternyata sang pengawal aparat tersebut malahan memerintahkan untuk berhenti terlebih dulu, dan menunggu sampai besok pagi baru mau mengawalnya. Alasannya pengawal aparat? Ada pasar tumpah, yang sulit untuk memerintahkan pedagangnya memberi jalan trailer lewat, dan ditambah adanya pengajian takut mengganggu proses pengajian tersebut.

Karena tidak mau merugi, sopir trailer nekat jalan sendiri menerobos keramaian pasar. ternyata ada beberapa "warga" yang mau membantu menggerakkan pedagang untuk memberi jalan. Rintangan pertama sukses terlewati, demikian juga rintangan kedua: tempat pengajian yang relatip lebih gampang juga berhasil dilewati. Tetapi.....di bagian belakang ini yang sangat tidak enak: pengawal ini minta harga yang tidak bisa ditawar, sesuka mereka!





Rabu, 22 Februari 2012

"Bapak Jamaah baru ya...?"

Pertanyaan yang ditujukan kepadaku tersebut serasa sebagai sebuah tamparan yang mengenai mukaku! Betapa tidak, sebenarnya aku sudah 'tinggal' di Loktabat Selatan ini hampir dua tahun lamanya, tapi kenapa aku dianggap 'baru'? Pertanyaan tersebut dikemukakan seorang jamaah Masjid Miftahul Khoiriyah, Jalan Sidodadi 1, Loktabat Selatan, Banjarbaru, Kalsel, ketika aku usai menunaikan sholat tahiyatul masjid. Sebuah pertanyaan, yang mempunyai hikmah;
1. Saya jarang dilihatnya hadir berjamaah di masjid tersebut,
2. Saya jarang dilihatnya di kehidupan sehari-harinya, meskipun sesungguhnya aku bertetangga dengannya.

"Bapak jamaah baru ya...?", langsung aku jawab dengan kalimat yang menjelaskan keadaan yang sebenarnya; bahwasanya aku sudah tinggal di Loktabat Selatan sudah hampir dua tahun ini dan baru beberapa bulan ini aku aktif berjamaah. Astaghfirullah......ini sebenarnya sebuah sistem yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT, dengan berjamaah kita akan saling kenal dengan sekitar kita, tidak ada saling curiga karena keterasingan satu dengan yang lainnya, dan di tingkat masyarakat kita akan dapat mengontrol warga yang tidak kita kenal di sekitar kita. Selama ini aku terlena dengan kehidupan dunia, sehingga alpa dalam berjamaah menghadap Allah SWT.

Kehidupan modern, membuat kita menjadi asing dengan tetangga rumah, tempat keseharian kita. Hanya akrab dengan rekan kerja, yang sebenarnya keakraban berdasarkan kepentingan jangka pendek semata. Tuntutan mencari nafkah telah menjual diri kita tercerabut dari masyarakat "tetangga" kita; ada yang jauh-jauh merantau ke luar negeri, ke luar pulau, ke luar kota, meninggalkan keluarga dimana masyarakat "tetangga" yang sebenarnya menjaga mereka selama kita tidak ada di rumah.

Jumat, 03 Februari 2012

Peta dan Skema Kegiatan Ibadah Haji

Untuk memberi gambaran lingkup pergerakan jamaah haji saat inti kegiatan haji: tanggal, lokasi, kegiatan dan pakaian dapat dilihat pada skema kegiatan Ibadah Haji  . Kegiatan pokoknya adalah sbb:
1. Wukuf di Arofah (lihat daerah di sekitar Jabal Rahmah)
2. Mabit di Musdalifah ( daerah antara Arofah dan Mina)
3. Jamarat, bolak-balik antara Perkemahan Mina dan Jamarat
4. Mekah (Tanazul dan Thowaf Ifadloh)



Agar tidak mengalami hal yang saya alami, ketika melakukan tanazul (pada tgl 11 dzulhijjah , atau pada hari kedua di Mina, setelah jumroh aqobah langsung menuju ke Mekah untuk melakukan Thowaf Ifadloh), kami berempat (karena tidak tahu jalan) dari Jamarat  ke masjidil haram naik taksi pergi pulang dengan  harga yang sangat-sangat mahal. Dan itupun menjelang sampainya di Mina, masih tetap harus jalan kaki, karena ruas jalan menuju ke Mina ditutup untuk mengakomodir pejalan kaki yang meluber. Bayangkan dari Jamarat ke Masjidil Haram naik bus umum perorang kena tarif SAR 20, naik taksi dari Masjidil Haram ke Nakasah kena SAR 150, dan dari Nakasa kembali ke Mina kena tarif SAR 350.  (SAUDI ARABIA RIYAL= SAR, SAR 1 = Rp.2.500,-) Luar biasa mahal! Padahal seandainya saja pada saat itu saya diberitahu (menurut saya menjadi kewajiban Petugas Haji untuk memberitahu), cukup jalan kaki, karena ternyata hanya berjarak sekitar 5 KM.

Kamis, 02 Februari 2012

Mabit di Musdalifah


Menjelang Maghrib, jamaah berkemas dari Arofah menuju Musdalifah. Tidak begitu jauh. Tepatnya berupa lapangan terbuka, dengan dilengkapi beberapa MCK, dan dipagar, untuk memisahkan dengan jalan dengan beberapa pintu keluar pada jarak tertentu.

Di sini, kita mencari kerikil, dengan jumlah:
1. Jumroh Aqobah (tgl 10 Dzulhijjah) 7 bh;
2. Jumroh Ula, wustho dan Aqobah (tgl 11 Dzulhijjah): 3x7 = 21 bh
3 Jumroh Ula, Wustho, Aqobah (tgl 12 Dzulhijaah): 3x7 = 21 bh; dan bagi yang nafar tsani ditambah:
4. Jumroh Ula, wustho, Aqobah (tgl 13 Dzulhijah); 3x7 = 21 bh.

Setelah mendapatkan batu tersebut, kita dapat beristirahat, tidur sebentar sambil menunggu jemputan untuk berangkat ke Mina.

Wukuf

Sehari menjelang wukuf, jamaah sudah tiba di arofah. Ada juga kloter lain yang singgah di Mina dulu untuk tarwiyah, baru pagi harinya tanggal 9 Dzulhijjah, tiba di Arofah. Namun hendaknya yang menjadi perhatian adalah bahwa pada tanggal tersebut, lalu lintas ke Arofah sangat padat. Akibatnya adalah ada beberapa kloter yang hampir terlambat tiba di Arofah saat wukuf dimulai. Sehingga pantaslah kiranya KBIH saya memutuskan untuk tiba lebih dini di Arofah untuk menghindari hal-hal seperti itu.

Di Arofah, tenda-tenda sudah disediakan oleh pengelola Maktab. Jamaah laki-laki dipisahkan dengan jamaah perempuan. Makanan disediakan, dengan cara antrian tentu saja. Minuman pun demikian, panas: kopi atau teh; dan dingin: air putih botolan. Kamar mandi umum ada juga, tetapi sangat terbatas, terpisah antara laki-laki dan perempuan. Di sinilah ujiannya: antri mengular panjaaaaang sekali. Harus kita atur: jangan sampai kita ketinggalan saat wukuf.

Beberapa jamaah yang sudah pernah Haji/umrah, seusai sholat shubuh akan menuju Jabal Rahmah. Sayang saya tidak tahu, dan tidak diberitahu oleh Petugas Haji jalan menuju ke Jabal Rahmah tersebut. Andai tahu...........? Saya akan menuju ke situ juga. Menjelang dzuhur, kembali lagi ke tenda, untuk berwukuf.

Dan, tibalah saat wukuf:.....................................................banjir air mata!

Rabu, 01 Februari 2012

Ujung Pandang (Makassar)

Tahun 1997, dulu kotanya bernama Ujung Pandang, sekarang berganti Makassar. Hampir setahun tinggal di ibukota Sulawesi Selatan, mengelola kantor cabang sebuah konsultan nasional, berkantor di Toddopuli, Panakukkang. Pisang Epek, Sop Konro, Coto, Palu Butung, Es Pisang Ijo dan jalangkotek: sebutan penganan yang ada di Makassar, meski sebenarnya barangnya sudah pernah aku kenali di Jawa.

Tindak kejahatan dengan kekerasan kerap kali terjadi. Hampir tiap hari, koran memberitakannya. Di tempat-tempat yang rawan, pintu rumah selalu dengan pintu ganda, untuk pengamanan. Pulang larut malam, selalu saya hindari.

Relasi kantor kebanyakan adalah pejabat kantor pemerintahan, bidang Pekerjaan Umum utamanya. Karena tidak disediakan Sopir, di sinilah dengan terpaksa: aku belajar mengemudi. Bisa! Meskipun dengan beberapa kali memakan korban: pertama menyenggol pintu gerbang kantor dan yang kedua saat berusaha keluar dari terperosok malahan menabrak bagian belakang mobil proyek milik relasi.

Pada suatu ketika, aku mendapatkan berita bahwa salah satu relasiku hendak pergi ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji. Datanglah saya untuk bersilaturahmi, medoakan keselematannya dan meminta untuk memanggil-manggil namaku saat di tanah suci nantinya, supaya aku bisa segera ikut menyusulnya. Tidak kusangka, sekembalinya dari tanah suci, beliau memberitahuku: " Pak Sus namamu sudah aku panggil di sana lho ya....!"

Pertama kali mendapatkan penugasan di kota ini, Isteriku pas mengandung anak pertamaku, Jagoan Pertama biasa aku menyebutnya.
Aku tinggal sendirian, isteri saya tinggal di PMI (Pondok Mertua Indah) C2N, Rembang. Sebulan sampai dua bulan sekali aku pulang untuk keluargaku. Suasana kantor chaos, orang-orangnya "aneh", tinggalan manajemen cabang sebelumnya. Masing-masing punya bisnis sendiri-sendiri selain kerjaannya di kantor. Saling tidak mau kalah terhadap apa-apa yang dia punyai. Dan cenderung menghalalkan segala cara untuk memperolehnya. Inventaris kantor, otomatis inventaris pribadinya.

Tinggal terpisah dengan keluarga, sungguh berat. Apalagi komunikasi saat itu belum secanggih saat sekarang. Handphone masih barang langka. Sementara, PMI tidak/belum ada jaringan telekomunikasi untuk perumahan. Satu-satunya telepon hanya ada di kantor kecamatan. Terpaksalah minta bantuan orang kecamatan, minta tolong dipanggilkan, kemudian isteri datang, barulah bisa omong-omongan. Sekitar setengah tahun kemudian, barulah aku bisa beli hand phone, meski yang di rumah masih tetap belum bisa, karena memang tidak ada jaringan.

Tidak banyak proyek yang harus saya dikelola. Ternyata selama ini, setiap proyek selalu di sub kontrakkan, terhadap orang-orang dalam sendiri. Akibatnya, kualitas jelek dan sulit mendapatkan kepercayaan dari owner kembali. Beberapa owner masih menagih tanggung jawab laporan proyek yang belum terselesaikan. "Ora melu mangan nongko tapi keno pulut-e", pepatah jawanya.



Aku teringat betul, saat itu tengah berada di Sulawesi Tengah, Palu, untuk mengurus Prakualifikasi. Ada telpon dari rumah C2N, isteriku mau melahirkan: anak pertama, Jagoan Pertama! Aku langsung balik ke Makassar, bersiap pulang ke C2N. Tiba di Makassar, telpon, mendapat kabar: Jagoan Pertama sudah terlahir dengan selamat. Alhamdulillah...............dari Makassar aku langsung terbang.....ke Surabaya terus ke C2N. Tiba di C2N tengah malam berikutnya, langsung menuju ke Rumah Sakit Rembang, tempat persalinan. Aku tergagap-gagap, galau......"aku sudah punya seorang anak....?"

Pasar Tradisional Nakkassah

Di luar dugaan saya, ternyata di belakang maktab saya adalah pasar tradisional, yang menyediakan segala kebutuhan sehari-hari: sembako, sayur, ikan: segar maupun asin, daging: dari kikil sampai jerohan, buah-buahan dan toko-toko yang menjual pakaian dan karpet (termasuk sajadah). Bahkan banyak juga yang berjualan sirih pinang! Dua hari atau tiga kali sehari saya menemani istri berbelanja untuk kebutuhan regu. Pedagangnya kebanyakan sudah bisa bahasa Indonesia untuk keperluan berhitung: barang dagangan maupun uang. Seperti layaknya pasar tradisional di Jawa, kita harus pintar menawar. Jangan takut kalau kita menawarnya terlalu rendah, biasanya sang pedagang akan bilang, " Bakhil, bakhil....". naikkan sedikit harganya, maka sang pedagang akan menjadi berkompromi dengan kita.
Yang sedikit berbeda dengan pasar di tanah air adalah: para pedagangnya seluruhnya adalah pria! Kalau pembeli masih banya yang wanita, karena kebetulan musim haji sehingga jamaah haji dari Indonesia yang kebanyakan berbelanja adalah perempuannya.

Selasa, 31 Januari 2012

Berhajilah selagi Muda (06) Thowaf Qudum, Maktab

“SOC 82, Maktab 69, Nakkasah, Pondokan 1137”, itulah identitas kami, seandainya kami hilang dan ditanya dimana kami tinggal. Tulisan tersebut tertera pada pada bagian depan hotel tempat kami tinggal. Alhamdulillah. Hotel,nya tergolong masih baru, kayaknya baru pertama kali ini dipakai sebagai tempat tinggal jamaah haji. Hotel lima lantai ini dilengkapi dengan satu buah lift dengan kapasitas hanya cukup untuk lima orang saja. Kamar mandi dilengkapi dengan kloset duduk, air dingin dan panas yang masih berfungsi dengan sangat bagus. Tanda peringatan: tangga darurat, alarm kebakaran dan bahkan sprinkler air pemadam kebakaran juga tersedia.
Tiba di Maktab, malam hari, setelah menempuh perjalanan kurang lebih 2 jam dari Bandara KAAIA. Masih dalam pakaian ihram, ramai-ramai turun dari bus, membagi kelompok-kelompok kecil untuk tinggal dalam satu kamar di maktab. Berbenah sebentar, mandi, dan istirahat, rombongan kemudian bersiap-siap melaksanakan thowaf Qudum. Kira-kira jam 01.00 dinihari, rombongan kami berangkat menuju Masjidilharam dengan berjalan kaki. Pemilihan waktu dinihari, dengan alasan untuk menghindari terik matahari dan sesaknya jamaah haji di siang hari. Subahanallah.......ketika thowaf itulah: antara percaya dan tidak, bagaikan mimpi: Saya ternyata bisa menunaikan panggilan suci, atas karunia Allah SWT. Tak kuasa menahan rasa bahagia: bercucuranlah air mataku. Alhamdulillah, Labbaika Allahumma labbakika, labbaika laa syarika laka labbaika......



Hari pertama di Maktab kami membenahi ruangan: mengatur tempat masak, sambungan listrik, tempat cuci pakaian, jemuran, belanja alat dapur yang tidak bisa kami bawa (seperti kompor, pisau, dll) dan pengumpulan iuran bersama.






Soal bahan makanan (sembako) tidak masalah. Karena tepat di belakang hotel ini adalah pasar tradisional: segala macam sayur-sayuran, buah-buahan, sembako, ikan segar, daging bahkan pinang sirih pun banyak yang jual Jarak lurus maktab ini ke Masjidil Haram di peta google adalah 2,8 km, katakanlah kalau dibulatkan menjadi 3 km. Dari maktab kita cukup berjalan lurus mengikuti jalan Ibrahim alKhaleed maka kita akan sampai ke masjidil haram lewat hotel Darut Tawhid, cukup mudah, tidak perlu belak-belok, cukup jauh kalau berjalan kaki. Pergi pulang 6 km, ditambah jalan saat thowaf dan sa’i, totalnya kira-kira 10 km!
Sore, sehabis masak bersama, dan setelah sholat ashar, adalah waktu yang tepat untuk jalan kaki menuju masjidil haram untuk menunaikan sholat berjamaah. Bisa pulang setelah sholat Isya' atau bahkan pulang stelah sholat Shubuh esok harinya.

Berhajilah selagi Muda (05) Bandara KAAIA

Berangkat dari Bandara Adi Sumarno, Solo sekitar jam 07.00 WIB, satu setengah jam kemudian mendarat di Batam untuk transit pengisian bahan bakar, kurang lebih 1 (satu) jam. Delapan Jam kemudian, menjelang tiba di tanah suci, calon jamaah haji segera berganti dengan pakaian ihram di dalam pesawat, mengambil miqot di atas pesawat. Mendarat di Bandara King Abdul Aziz sekitar jam 15.00 waktu setempat, kami melakukan sholat Dzuhur – ‘Ashar dengan jama’ dan qoshor, dilanjutkan dengan sholat sunat ihram. Calon jamaah haji akan diperiksa: dokumen vaksinasi meningitis dan visa di imigrasi bandara. Kesulitan mulai terlihat, terutama pada calon jamaah haji yang berusia tua dan kurang bisa membaca, apalagi dokumennya dalam bahasa Inggris. Peran Petugas sangat diperlukan disini! Beberapa calon jamaah yang familiar, turun tangan membantu calon jamaah yang memerlukan bantuan: mencarikan dokumen yang diperlukan, halaman berapa yang harusnya dibuka dan diserahkan kepada petugas imigrasi. Di sini sudah mulai terdengar, “ Hajj....Hajj....”, “Satu-satu”, dari lisan orang arab. Dan kata-katan itulah nantinya akan lebih seirng terdengar di tanah suci. Proses pemeriksaan dokumen imigrasi memakan waktu paling tidak 3 (tiga) jam. Setelah itu giliran mengambil tas koper yang turun dari bagasi. Sulit dan menjemukan! Selain kopernya memang berat, barangnya banyak dan sama warnanya! Peran ketua regu dan ketua rombongan mulai diperlukan di sini. Kerja sama dar sesama jamaah juga diperlukan, untuk membantu membawakan koper milik jamaah yang sudah tua dan tidak kuat membawanya. Setelah seluruh regu terkumpulkan setiap koper milik anggotanya, tinggal menunggu jemputan bis yang akan membawa kita ke maktab di Mekah (Jamaah Haji Gelombang II). Sambil menunggu jemputan ini, di bandara kita bisa mengganti SIM Card Arab Saudi, karena akan banyak kita temui orang yang menawarkan SIM card Arab Saudi, yang harganya lebih murah jika dibandingkan harga di tanah air, baik dari mukimin (orang Indonesia yang telah bermukim/bekerja di Arab Saudi), maupun warga negara lain yang tengah menjadi mukimin di Arab Saudi. Ternyata, harga yang benar-benar murah adalah harga di konter provider mereka sendiri yang terdapat di Bandara King Abdul Aziz juga! Selain konter penjual SIM Card, ada juga konter penjual makanan ringan. Lama menunggu di sini, akhirnya menjelang magrib, bus berangkat menuju ke Makkah....... Perjalanan ke Mekah Dari sinilah beberapa kesulitan mulai ditemukan. Setelah pemeriksaan paspor dan visa di Bandara selesai, calon jamaah haji diminta untuk mengumpulkan paspor dan visa untuk diserahkan kepada pengelola maktab. Sebagai gantinya kita mendapatkan gelang identitas Maktab, yang harus selalu kita kenakan selama berada di Mekah. O ya, karena saya termasuk pemberangkatan Gelombang II, maka dari Bandara langsung menuju ke Mekah. Gelombang II adalah pemberangkatan yang waktunya sudah mendekati waktu haji yaitu 8 – 13 Dzulhijjah. Sedangkan Gelombang I adalah pemberangkatan perioda awal, dari Bandara langsung menuju Madinah. Kembali ke masalah paspor dan visa tadi, calon jamaah harus berhati-hati! Dalam beberapa kasus, ada paspor milik calon jamaah yang terselip/ketlingsut (atau katakanlah hilang). Jika ini terjadi maka, seluruh jamaah akan ikut menanngung akibatnya: molor jam keberangkatannya sampai paspor tersebut terketemukan. Saat itu menjelang maghrib, perjalanan menuju kota Mekkah dimulai. Perasaan hati sudah mulai campur aduk, ada rasanya tak percaya bahwa aku dan istri telah sampai di tanah suci. Karena perasaan tersebut, aku menjadi tidak bisa tidur dalam perjalanan, meski biasanya aku gampang tertidur kalau di perjalanan. Tidak banyak pemandangan yang dapat aku temukan, kecuali nyala lampu yang terang benderang di mana-mana, sepanjang perjalanan. Satu saja yang membuatku takjub: gerbang masuk kota Mekkah berupa hiasan pedang besar dua buah yang melingkupi lebar jalan, dari dua arah yang berlawanan. Pemandangan sisanya yang membuat aku heran adalah mobil-mobil yang teronggok di jalan, baik yang masih kelihatan baru maupun sudah lama, hampir tanpa ada yang usil untuk memprethelinya, seperti yang terjadi di Indonesia. Memasuki kota Mekkah, suasana ramai calon jamaah haji sudah terlihat, dari berbagai negara, berbagai macam warna kulit dan berbagai aneka pakaian yang dikenakan terlihat lalu lalang di sepanjang jalan, penuh menutup badan jalan. Penasaran dengan keberadaan masjidil haram, aku tengak-tengok ke setiap sudut jalan, tetap saja belum menemukannya. Seperti yang sudah saya tulis di depan, kesulitan mulai datang: sopir bus ternyata tidak dapat menemukan tempat penginapan. Seperti kita ketahui, tenaga sopir kebanyakan adalah pekerja musiman, yang didatangkan oleh pemerintah Arab Saudi dari negara-negara tetangganya. Hampir empat kali memutar, bolak-balik, alhamdulillah akhirnya dapat menemukan. Pengelola maktab menyambut di atas bus, ucapan selamat datang dan doa demi kelancaran selama di tanah suci.” Tempat bagus, tempat bagus” katanya dalam bahasa Indonesia. Dan disinilah, Nakkasah, prosesi itu saya mulai, sekitar pukul 22.00 waktu setempat. Seluruh penumpang turun, pembagian jatah kamar, sedangkan kopor besar diserahkan kepada tenaga lokal (tenaga hotel penginapan) dengan borongan. Kebetulan hotel tempat penginapan kecil dan liftnya terbatas kapasitasnya, sangat berat untuk membawa naik ke lantai atas, apalagi untuk calon jamaah yang sudah tua-tua. Kapasitas kamar berbeda-beda, ada yang cukup untuk 5 orang ada yang cukup 7 orang. Istirahat sebentar, untuk kemudian bersiap-siap melaksanakan thowaf qudum, thowaf selamat datang di Mekkah. Sedangkan untuk modifikasi kamar supaya bisa dipakai untuk memasak, pasang jemuran dilakukan sambil berjalan esok harinya.

Berhajilah selagi Muda (04) Embarkasi Donohudan, Solo (SOC)

Asrama Haji Donohudan Begitu datang, turun dari bis, calon jamaah haji langsung diperiksa kesehatannya oleh tenaga medis yang sudah siap di Embarkasi. Periksa kesehatan diulang, calon haji yang kurang fit diberi perlakuan khusus supaya menjadi fit. Menginap semalam di embarkasi SOC Solo, calon jamaah haji mendapatkan pembagian uang saku untuk tinggal selama di tanah suci, gelang identitas dan kartu boarding untuk naik pesawat. Juga pengarahan dan penjelasan mengenai kehidupan yang harus dijalani sehari-hari di tanah suci. Tinggal di embarkasi SOC, Donohudan, antara perempuan dan lelaki dipisahkan. Makan disediakan, yang telah diatur waktunya. Isi tas tenteng diperiksa, supaya standar barang yang diijinkan masuk dalam kabin pesawat terjaga. Di sini para calon haji sudah mulai ada yang sibuk mengganti SIM card, yang menurut logikaku harganya pasti lebih mahal, jika dibandingkan kalau kita membeli di tanah suci nanti. Di lingkungan embarkasi ternyata banyak sekali toko/kios yang menyediakan barang-barang yang berasal dari tanah suci: baik untuk oleh-oleh maupun barang-barang yang sebenarnya kita perlukan saat kita berada di tanah suci, seperti SIM card untuk telepon di tanah suci, pakaian ihram, sandal dll. Sedangkan oleh-oleh dari tanah suci yang ditawarkan hampir semuanya ada. Mulai dari air zam-zam, kurma, karpet, dan peralatan penyajian hidangan: teko, baki dan gelas. Kita dapat memesan oleh-oleh untuk sanak saudara kita di desa: kurma, zam-zam, dan lain-lainnya, karena kalau kita beli di tanah suci barang bawaan kita dibatasi hanya sampai 32 kg saja dan bonus zam-zam 5 liter sesampainya di Solo. Pesanan kita akanlangsung disiapkan di dekat bis yang membawa kita pulang ke desa, setibanya kita di embarkasi saat kedatangan dari tanah suci nanti.

Berhajilah selagi Muda (03) Persiapan pemberangkatan

Setelah Iedul Fitri 1431 H, kami mendapatkan Undangan Pemberitahun persiapan pemberangkatan Jamaah haji untuk perioda 1432H (Jamaah Haji tahun 2011). Dari sini sudah ketahuan, kloter dan tanggal keberangkatannya. Ini berhubungan juga dengan Gelombang pemberangkatan, dimana kalau Gelombang I (saat-saat awal pemberangkatan), calon jamaah haji akan langsung menuju ke Madinah terlebih dahulu. Sedangkan kalau Gelombang II (saat-saat akhir pemberangkatan), calon jamaah haji akan langsung menuju ke Makkah. Kebetulan saya mendapatkan Gelombang II, Kloter 82 SOC Solo.

Saat itu posisiku masih di Kalimantan, karena masih harus tetap bekerja. Pertemuan rutin dalam rangka persiapan pemberangkatan memang sering dilakukan oleh pemerintah kabupaten, dalam hal ini wakil kementrian agama. Dari puluhan kali pertemuan, aku hanya bisa hadir sekitar 3 kalinya saja, selebihnya diwakili oleh istriku. Atas masukan dari saudara, dan teman-teman, aku ikut bergabung dengan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH), miilik seorang tokoh karismatik dari daerahku. Aku sedikit beruntung, dimana sebelumnya karena aku sudah membuat paspor, sehingga saya tidak perlu bolak-balik Rembang – Kalimantan hanya untuk mengurus paspor. Aku hanya pulang ke Rembang saat harus mengikuti vaksinasi meningitis, syarat wajib yang tidak bisa diwakilkan. Aku juga hanya beberapa kali mengikuti kegiatan manasik haji yang diselenggarakan oleh KBIH, karena keterbatasanku yang masih harus tetap bekerja di Kalimantan. KBIH juga menginformasikan pemilihan Haji Tamattu' dan sekalian mengumpulkan biaya denda akibat pemilihan haji tamattu' tersebut ke dalam paket biaya keikutsertaan dalam KBIH.

Beberapa bulan sebelum keberangkatan, para jamaah calon haji mendapatkan kiriman satu paket buku bimbingan manasik haji dari Kementerian Agama. Paket buku ini melengkapi beberapa buah buku yang sebelumnya saya beli. Sehingga praktis persiapan “belajar”ku hanya melalui buku-buku, internet dan crita dari istriku saat manasik di KBIH. Sebulan (kalau tidak keliru...) sebelum keberangkatan, giliran kain batik untuk seragam “INDONESIA”, aku dapatkan. Disusul yang paling akhir adalah 3 (tiga) buah tas: tas pinggang, tas tenteng dan tas koper.

Salah satu fungsi dari pertemuan tersebut adalah perkenalan dengan sesama jamaah calon haji, petugas haji dan pembentukan regu dan kelompok untuk operasional nantinya di tanah suci. Di antara sesama anggota regu dan kelompok juga mengadakan pertemuan untuk membahas kepentingan regu dan kelompok. Seperti kita ketahui, saat di Mekah para jamaah haji tidak mendapatkan catering, sehingga harus masak sendiri atau secara berombongan. Lha untuk meringankan barang-barang yang dibawa, antar anggota regu dibagi-bagi yang berkewajiban membawa alat-alat masak dan bumbu-bumbunya, juga minuman kesukaan masing-masing jamaah haji. Untuk keperluan kelompok membahas teknis penyeragaman koper sehingga mudah menemukannya saat turun dari pesawat dan bus menuju ke maktab masing-masing. Sedangkan pertemuan yang sangat penting adalah yang diadakan oleh KBIH, yang mengajarkan tata cara ibadah haji sesuai tuntunan Nabi, agar ibadah haji kita sesuai sah dan diterima oleh Allah SWT. Pertemuan ini dilaksanakan setiap minggu, setiap tahapan ibadah haji yang harus kita lalui. Selain itu, KBIH juga mengatur anggota rombongannya untuk ‘menyeragamkan’ pakaiannya sehingga mudah dikenali saat berada di tanah suci nantinya. Caranya? Untuk Jamaah haji perempuan, dengan menggunakan kerudung kuning, sedangkan untuk jamaah haji laki-laki dengan memberi tanda garis biru di pakaian ihramnya. Di tengah-tengah persiapan keberangkatan, kebiasaan di desa saya adalah: para tetangga dekat dan jauh berdatangan untuk memberikan doa dan dorongan agar diberi kesehatan dan kekuatan saat di tanah suci.

Sekitar dua minggu sebelum keberangkatan, para tamu mulai berdatangan silih berganti, mulai dari pagi sampai malam hari. Anakku yang paling kecil mulai mengetahui bahwa bapak dan ibunya akan pergi jauh dan untuk waktu yang cukup lama. Kemana saja saya pergi, dia selalu mengikuti, takut kalau nanti ditinggal, karena setiap kali ditanya para tamu, dia selalu bilang akan ikut. Untuk mengatasi hal ini, agar saat si kecil ditinggal di rumah tidak rewel, saya meminta bantuan seorang yang sangat alim di desaku untuk mendoakan si kecil ini: suwuk istilahnya. Dengan perantaraan air minum yang telah diberi doa oleh orang pintar tersebut, lalu aku campurkan ke dalam air susunya, aku berharap si kecil tidak rewel saat ku tinggal di rumah nantinya. Satu hari menjelang keberangkatan, petugas haji tingkat kecamatan mulai mengambil tas koper (besar) milik para jamaah haji untuk dikumpulkan di tempat pemberangkatan tingkat kecamatan. Setiap tas koper ditimbang, tidak boleh lebih dari 32 kg. Tas koper besar ini berisi kebutuhan utama saat berada di tanah suci: peraltan dapur, bumbu-bumbu masak, lauk yang tahan lama (seperti: abon, teri goreng dll), mi instan, minyak goreng, sabun cuci, piring, gelas dll. Sedangkan tes tenteng berisi pakaian danperelengkapan sholat secukupnya saat tinggal di Asrama Haji dan di perjalanannya, termasuk satu buah pakaian ihram di dalamnya. Sedangkan tas yan paling kecil, tas pinggang berisi dokumen, surat-surat penting: paspor, visa, KTP dan uang secukupnya.

Saat hari H, hari pemberangkatan, setelah sholat isya tepatnya. Dengan berpakaian batik, suasana syahdu sudah mulai terasa. Para tetangga berdatangan untuk melepas, jagoan pertama diungsikan kakeknya agar tidak melihat, jagoan kedua menangis tersedu-sedu dirangkulanku, suara lantunan doa dari para para menambah suasana semakin haru.........Satu persatu, para tetangga kami salami., terus berangkat menuju tempat pemberangkatan di tingkat kecamatan. Tiba di lokasi pemberangkatan, suasana semakin magis, sungguh di luar dugaanku! Pengunjung sangat ramai dan......hampir semuanya memeluk dan merangkulku saat aku berjalan turun dari mobil menuju tempat upacara pelepasan. Semoga cepat ketularan katanya! Di lepaslah kami oleh MUSPIKA: Camat, Danramil dan Kapolres menuju ke pemberangkatan tingkat kabupaten. Di tingkat kabupaten; hanya ketua regu dan ketua rombongan yang turun, jamaah lain tetap di duduk menunggu di dalam bis.

Berhajilah selagi Muda (02) Pembukaan Rekening Haji

Rukun Kelima: Haji, aku harus bisa! Itulah keinginanku, niat suci yang kuat membawaku membeli buku tentang ibadah haji dan browsing di internet perihal seluk-beluknya. Setelah kelahiran anak yang kedua, th 2002, aku mulai bisa menyisihkan uang untuk membuka tabungan haji. Karena di Rembang saat itu belum ada Bank ***d***, aku membuka rekening di Pati. Dengan gaji yang pas-pasan, menabungnyapun tidak bisa lancar setiap bulan. Hingga pada suatu saat, rekening ini ditutup secara sepihak oleh pihak Bank. Tahunpun berganti, buah hatiku lahir lagi: Jagoan yang ketiga, yang sebenarnya aku dan istri menginginkan seorang putri! Subhanallah....., maha suci Allah......, tibalah saatnya menggapai impian itu, ketika aku mendapatkan rejeki yang cukup, tahun 2009 tepatnya. Langsung aja aku membuka rekening baru, dua buah rekening tentunya, dengan istriku. Menurutku, sangat tidak pantas jika pergi ke tanah suci, walau keuangan terbatas, perginya sendirian, sang istri tidak menyertai. Sehidup semati, masak pergi haji sendiri...? Alhamdulillah, dengan rejeki yang ada, aku langsung mendapatkan porsi, dua tahun lagi! Dua tahun sudah cukup menurutku untuk mencari tambahan rezeki guna melunasi sisa ONH. Dan...........alhamdulillah, Allah mengabulkan ikhtiarku ini!

Berhajilah selagi Muda (01) Pendahuluan

Pendahuluan
Didasari oleh ketidakpuasan terhadap kekurangoptimalan pelayanan Petugas Haji Indonesia di tanah suci, saya menulis catatan ini dengan harapan semoga para pembaca tidak mengalami segala kekurangan yang diakibatkan oleh pelayanan petugas haji tersebut. Calon jamaah haji semoga dapat lebih mandiri dalam melaksanakan kegiatan per-ibadah-an di tanah suci. Meskipun sebenarnya hal ini dapat diatasi dengan cara mengikuti Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH), namun akan jauh lebih baik, jika kita sedikit bergantung atau bahkan tidak bergantung pada orang lain. Karena ibadah haji adalah ibadah fi’liyah, yang berhubungan dengan kegiatan/pekerjaan, membutuhkan kebugaran fisik, maka kemandirian sangat dibutuhkan. Untuk persiapan sebelum berangkat, pelajarilah dengan seksama tata cara ibadah haji dan umrah yang benar. Salah satunya ada di link berikut: http://d1.islamhouse.com/data/id/ih_books/single/id_rites_of_hajj_and_umrah.pdf


Sedangkan urutan proses ibadah haji dapat ditemukan di link ini:http://www.scribd.com/doc/23645999/Skema-ibadah-haji2

Catatan ketidakpuasan terhadap pelayanan petugas haji:

1. Tidak ada informasi perihal kondisi keadaan gawat darurat dan cara evakuasinya. Saya mengalami, awal-awal tinggal di Maktab, alarm tanda bahaya berbunyi, dengan segera saya bangunkan teman teman lainnya untuk segera evakuasi. Petugas haji tidak ada yang memberitahu. Alhamdulillah-nya ternyata hanya "gangguan" teknis semata, karena ada jamaah yang memasak di kamar sampai panas, sehingga alarm langsung berbunyi. Tidak bisa membayangkan seandainya alarm tersebut adalah benar-benar akibat adanya kebakaran.

2. Jamaah haji yang tua-tua, seharusnya diberi semangat untuk melakukan ibadah sunat di masjidil haram, diatur mungkin dengan berkelompok dan dipimpin sang petugas haji, yang terjadi adalah pembiaran tidak ada penyemangat untuk rajin ke masjidil haram. Ada beberapa jamaah yang sendirian (tanpa suami/istri) dan sudah tua mengikuti jamaah haji yang lebih muda, yang akibatnya si jamaah haji muda kurang optimal dalam menjalankan ibadahnya karena menemani jamaah tua tersebut.

3. Tidak ada pemberitahuan rute bagaimana kalau mau umrah, naik bus dimana, letak stasiun bisnya dimana dan seterusnya. Demikian juga saat saya dan teman memutuskan mengambil tanazzul, sehabis jamarat tanggal 10 dzulhijjah langsung menuju ke Mekah dan langsung balik lagi ke Mina, tidak diberitahu jalurnya. waktu itu saya dan teman memilih naik taksi yang harganya selangit, tetapi tetap saja harus jalan kaki yang cukup jauh, karena taksi tidak boleh masuk ke Mina saat tersebut. Belakangan saya diberi tahu teman jamaah dari kabupaten lain, yang ternyata ada rute yang bisa ditempuh dengan jalan kaki! Astaghfirullaah.....

4. Tidak memberikan solusi alternatip, seandainya satu rombongan ingin memilih cara yang berbeda. Dalam kasus pemilihan antara nafar awal ataukah nafar tsani misalnya, petugas cenderung untuk mengarahkan ke nafar awal, sedangkan yang memilih nafar tsani menjadi terabaikan.

5. Pengisian angket penilaian terhadap petugas haji. Memang hanya beberapa saja yang mendapatkan formulir ini, yang diberi terutama adalah yang berpendidikan dengan alasan jamaah inilah yang bisa mengisi dengan tepat. Sayangnya, pengisian cepat-cepat dilakukan tidak menunggu sampai menjelang selesainya pelaksanaan ibadah haji. Saya yang kebetulan mendapatkan formulir tersebut, dan berkeinginan untuk memberikan penilaian, di akhir pelaksanaan haji ternyata penilaian tersebut sudah dikumpulkan jauh-jauh hari sebelumnya.

6. Ini yang paling menyakitkan; saat waktunya ziarah, di bukit Uhud, si Petugas meminta supaya tidak ada jamaah yang turun dengan alasan waktunya yang pendek, takut tertinggal sholat arba'in di masjid Nabawi. Si petugas tidak berpikir bahwa ziarah juga penting dan jamaah telah membayar dengan harga yang mahal. Mungkin karena Si Petugas perginya gratis ditanggung negara, sehingga dengan gampangnya tidak memperbolehkan para jamaah untuk turun berziarah.

7. Saat ziarah di Jeddah, Si petugas yang sudah lebih dari sekali mendampingi jamaah haji di tanah suci, malahan tidur, tidak memberikan informasi tentang tempat-tempat penting di kota (berfungsi sebagai guide).

8. Dan yang lebih menyakitkan: Petugas Haji lebih tunduk kepada Pengelola Maktab, tidak di pihak jamaah. Kejadian yang saya alami, saat jamaah lain hendak pulang kembali ke Mekah karena mau mengambil nafar awal antri menunggu bis jemputan di dalam lingkungan maktab di Mina dengan pintu gerbang dikunci. Ketika beberapa jamaah (termasuk saya) yang memilih nafar tsani hendak ke jamarat, mau keluar pintu gerbang tidak diijinkan keluar oleh petugas perwakilan maktab, Petugas haji tidak mau membantu malahan menyuruh mengambil jalan memutar yang lebih jauh, astaghfirullah....Ketika rombongan kami mengalah untuk memutar, ternyata jalan tersebut pun ikut dikunci oleh pengelola maktab yang lain. Dengan terpaksa kami kembali, yang akhirnya pintu gerbang boleh dibuka, na'udzubillah......

9. dan masih ada yang lainnya......

gara-gara akik

Jagoan ketigaku umurnya 8 tahun, kelas 2 Sekolah Dasar. Baru menyenangi akik yang saya beli di Martapura, sewaktu saya pulang bertugas dari ...