Reformasi. Sebuah kata yang sampai sekarang belum jelas status keberhasilannya. Kecuali yang satu ini: pergantian rezim.
Sekitar waktu itulah.....titik awal perubahan dalam arah hidupku. Kesulitan hidup sungguh sangat terasa. Jam kerja dipotong setengahnya dalam seminggu, sementara aku punya dua dapur: aku sendirian kos di Bandung sedangkan istri dan anakku di Rembang. Kehidupan sosial pun tidak nyaman. Hampir setiap hari terjadi demonstrasi. Walau status resmiku bukan PNS, namun tiap kali tanggal 17, dengan pakaian KORPRI, mengikuti upacara, sangat takut jika berjumpa dengan peserta demo ini. Aparat Pemerintah (PNS) selalu menjadi incaran utama atas kemarahan mereka.
Akhirnya, aku putuskan untuk memanfaatkan sedikit tabunganku guna melanjutkan ke S2, mengisi pemotongan waktu kerja ini. Aku sempatkan juga mengajukan beasiswa ke perusahaan, tidak disetujui. Kemudian aku ajukan sharing: fifety-fifety, tetap juga tidak mendapatkan persetujuan. Dengan terpaksa, aku mengajukan cuti di luar tanggungan perusahaan!
Kos di daerah Pogung, sepeda federal pinjaman dari adik, berbekal rice cooker, sayur dan lauk cukup beli di warung, aku menjalani kehidupan kuliah ku yang kedua. Berteman dengan mahasiswa yang kebanyakan lebih muda, dosen, membuatku sedikit punya semangat untuk menyelesaikan kuliah S2 ini. Tiga semester awal, dapat dikatakan lewat dengan mulus. Tinggal semester akhir, empat: penelitian untuk thesis. Tabungan sudah menipis, sementara biaya yang diperlukan cukup banyak. Beruntung ada tawaran untuk ikut bergabung pada penelitian dosenku. Walalupun ada honor, setelah berlangsung beberapa lama, penelitian ini gagal karena biaya.
Aku harus mendapatkan dana terlebih dulu, untuk menyelesaiakan penelitian ini. Alhamdulillah ada tawaran proyek di Jakarta, dengan kantor di daerah Bendungan Hilir. Sekitar 6 bulan, aku tinggalkan kampus, mencari tambahan modal untuk penelitian. Sehabis proyek ini, aku kembali ke kampus, penelitian lagi. Dengan tema yang lain, kali ini tentang lingkungan, aku lanjutkan agar selesai S2 ini. Membutuhkan waktu lama dan tambahan biaya lagi! Aku masih beruntung juga, karena mendapatkan tawaran proyek di Madiun, sehingga bisa tiap akhir pekan melanjutkan penelitian di Jogja.
Akhirnya, aku putuskan untuk memanfaatkan sedikit tabunganku guna melanjutkan ke S2, mengisi pemotongan waktu kerja ini. Aku sempatkan juga mengajukan beasiswa ke perusahaan, tidak disetujui. Kemudian aku ajukan sharing: fifety-fifety, tetap juga tidak mendapatkan persetujuan. Dengan terpaksa, aku mengajukan cuti di luar tanggungan perusahaan!
Kos di daerah Pogung, sepeda federal pinjaman dari adik, berbekal rice cooker, sayur dan lauk cukup beli di warung, aku menjalani kehidupan kuliah ku yang kedua. Berteman dengan mahasiswa yang kebanyakan lebih muda, dosen, membuatku sedikit punya semangat untuk menyelesaikan kuliah S2 ini. Tiga semester awal, dapat dikatakan lewat dengan mulus. Tinggal semester akhir, empat: penelitian untuk thesis. Tabungan sudah menipis, sementara biaya yang diperlukan cukup banyak. Beruntung ada tawaran untuk ikut bergabung pada penelitian dosenku. Walalupun ada honor, setelah berlangsung beberapa lama, penelitian ini gagal karena biaya.
Aku harus mendapatkan dana terlebih dulu, untuk menyelesaiakan penelitian ini. Alhamdulillah ada tawaran proyek di Jakarta, dengan kantor di daerah Bendungan Hilir. Sekitar 6 bulan, aku tinggalkan kampus, mencari tambahan modal untuk penelitian. Sehabis proyek ini, aku kembali ke kampus, penelitian lagi. Dengan tema yang lain, kali ini tentang lingkungan, aku lanjutkan agar selesai S2 ini. Membutuhkan waktu lama dan tambahan biaya lagi! Aku masih beruntung juga, karena mendapatkan tawaran proyek di Madiun, sehingga bisa tiap akhir pekan melanjutkan penelitian di Jogja.
Dengan berbagai rintangan, penuh keprihatinan, pengorbanan keluargaku, usaha, doa dan kerja keras, juga bantuan dari teman dan keluarga, akhirnya aku dapat menyelesaikannya