Sebagai perantau, tiap kali datang ke tempat baru, selalu saja diminta untuk mengutamakan "Putera Daerah". Permintaan datang dari pejabat setempat ataupun warga setempat itu sendiri. Kalau permintaan dari pejabat sih, memang sudah standar, tidak ada yang aneh-aneh. Tetapi kalau permintaan dari warga sendiri, biasanya: aneh, mengejutkan bahkan memaksa!
Setiap ada kesempatan untuk memakai sumber daya, memang yang pertama kali aku tawari adalah warga setempat. Tawaranku tetap mempertimbangkan faktor ekonomi. Kalau tidak ekonomis, ya mohon maaf, aku akan mencari sumber daya ke tempat lain yang lebih ekonomis. Kesempatan pertama, ketika aku tawarkan kepada penyuplai lokal tidak ada kata sepakat, warga setempat tidak mau menurunkan harga. Dengan terpaksa, aku mencari ke tempat lain, Alhamdulillah: mufakat alias deal!
Begitu proyek mulai, terlihat ada sumber daya dari luar, warga setempat tidak terima. Mengancam akan menyetop pekerjaan. Selain itu juga mengintimidasi penyuplai dari luar tersebut. Terpaksa aku rundingan lagi dengan warga setempat, alhamdulillah terdapat mufakat: mereka mau menurunkan harganya, harga yang sama dengan penyuplai dari luar tersebut.
Tidak hanya sampai di situ, entah karena serakah atau iri, bau kebencian terhadap penyuplai dari luar masih tercium. Tiba pada suatu saat, mereka menyetop penyuplai dari luar tersebut. Dalihnya: penyuplai dari luar harus membuat kesepakatan dengan desa setempat untuk memberikan sumbangan "X rupiah" setiap truknya, dimana hal yang sama, menurut penyuplai lokal ini telah mereka lakukan. Dengan bangganya mereka tunjukan Surat Kesepakatan tersebut. Gemparrrrrrrrrrrr!!!
Terpaksalah, MUSPIKA turun tangan mencari tahu dan memecahkan permasalahan. Semua yang terlibat dikumpulkan. Bapak Kepala Desa mengakui memang ada himbauan dari desanya untuk para penyuplai agar menyisihkan sedikit keuntungan kepada desa, sekedarnya, tidak ada paksaan, apalagi dengan jumlah tertentu. Penyuplai dari luar menyanggupi, dengan suka rela, akan memberikan sumbangan "kurang dari X rupiah". Penyuplai lokal? Mungkin karena terlanjur malu, memalsukan surat tersebut, dengan nada datar "tidak menolak" untuk menyumbang dengan harga "X rupiah".
Alamaaak.......... menggali perangkap untuk orang lain, eh diri sendiri yang kena!
Saya lahir di Sedan (C2N), Kab Rembang, Jawa Tengah. Sekolah dari SD hingga SMP di Sedan, SMA di Rembang kemudian lanjut kuliah di Jogja. Setelah bekerja, awalnya di Konsultan, pindah LSM dan pindah lagi di Kontraktor, proyekan. Sebagai orang proyek, otomatis sering berkembara dari satu kota ke kota lainnya. Blog ini adalah sarana menyimpan memori setiap bentuk kenikmatan yang selalu saya terima selama pengembaraan tersebut.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
gara-gara akik
Jagoan ketigaku umurnya 8 tahun, kelas 2 Sekolah Dasar. Baru menyenangi akik yang saya beli di Martapura, sewaktu saya pulang bertugas dari ...
-
Perjalanan hidup kali ini membawaku ke Kota Muara Teweh, Ibukota Kabupaten Barito Utara, Propinsi Kalimantan Tengah, kira-kira 10 jam perjal...
-
Jagoan ketigaku umurnya 8 tahun, kelas 2 Sekolah Dasar. Baru menyenangi akik yang saya beli di Martapura, sewaktu saya pulang bertugas dari ...
-
Jaman Aku kecil dulu............. 1. Petik buah di halaman, terus bagi ke tetangga kiri dan kanan 2. Buang bangkai dengan cara mengubur di...
2 komentar:
5 th ndak ke sedan,. pas perempatan kecamatan sedan(toko anam)kangen jadinya.
Matur nuwun komentare mas. Sak niki teng pundi? Toko Anam niku prapatan kecamatan lama? Soale Kecamtane wis pindah ning Waru, cedake SMP.
Posting Komentar