Terletak persis di pesisir Samudera Indonesia. Tidak bisa membayangkan, betapa dahsyatnya tsunami yang terjadi di desa ini. Seluruh desa luluh lantak diterjangnya.
Pada saat itu ada wacana, relokasi tempat tinggal warga, karena sebaiknya perumahan dibangun berjarak yang cukup dari bibir pantai, untuk menghindari bahaya tsunami seandainya terjadi lagi. Maka disiapkanlah tanah oleh Pemerintah setempat untuk relokasi tersebut. Dan NGO kami berkomitmen untuk menyiapkan lahan tersebut untuk permukiman. Lahan dibersihkan, jalan akses masuk disiapkan. Sosialisasi dilakukan.
Gonjang-ganjing! Dalam perkembangannya, warga keberatan untuk relokasi, dengan pertimbangan: sekolah tidak ada, perubahan mata pencaharian; dari nelayan menjadi petani. Sesuatu yang sulit dilakukan. Terkatung-katung, molorrrrr.........hampir dua tahun.
Pada akhirnya, referendum warga dilakukan, dan hasilnya: warga memilih tetap tinggal di tempat yang lama! Dan dimulailah pekerjaan pembangunan rumah bantuan oleh NGO kami. Lancarkah....?
Tidak juga! Dalam pekerjaan konstruksi, perubahan dalam pelaksanaan adalah hal yang lazim. Setelah sebuah rumah contoh selesai dibangun, dilakukan evaluasi. Hasilnya: sebuah balok gantung yang tidak perlu bisa dibuang. Ketika hal tersebut disampaikan ke warga, warga menolak. Alasannya ? Sangat sepele: Rumah yang lainnya juga harus SAMA!
Teringat juga pada suatu ketika, di desa yang sama ini, Tim Pertanian akan memberikan sumbangan alat-alat pertanian. Hasil asesmen menunjukkan bahwa tidak seluruh warga mempunyai keahlian/pekerjaan sebagai petani. Ketika bantuan ini ditawarkan pada musyawarah desa, warga meminta: satu warga diberi maka seluruhnya juga harus diberi! Terpaksa bantuan tidak jadi diberikan.
Saya lahir di Sedan (C2N), Kab Rembang, Jawa Tengah. Sekolah dari SD hingga SMP di Sedan, SMA di Rembang kemudian lanjut kuliah di Jogja. Setelah bekerja, awalnya di Konsultan, pindah LSM dan pindah lagi di Kontraktor, proyekan. Sebagai orang proyek, otomatis sering berkembara dari satu kota ke kota lainnya. Blog ini adalah sarana menyimpan memori setiap bentuk kenikmatan yang selalu saya terima selama pengembaraan tersebut.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
gara-gara akik
Jagoan ketigaku umurnya 8 tahun, kelas 2 Sekolah Dasar. Baru menyenangi akik yang saya beli di Martapura, sewaktu saya pulang bertugas dari ...
-
Perjalanan hidup kali ini membawaku ke Kota Muara Teweh, Ibukota Kabupaten Barito Utara, Propinsi Kalimantan Tengah, kira-kira 10 jam perjal...
-
Jagoan ketigaku umurnya 8 tahun, kelas 2 Sekolah Dasar. Baru menyenangi akik yang saya beli di Martapura, sewaktu saya pulang bertugas dari ...
-
Jaman Aku kecil dulu............. 1. Petik buah di halaman, terus bagi ke tetangga kiri dan kanan 2. Buang bangkai dengan cara mengubur di...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar