Minggu, 01 Agustus 2010

kondangan jawa di Borneo

Menjadi pendatang di lingkungan yang baru, harus mau mengikuti adat istiadat setempat. Tapi adat-istiadat setempat di tempat yang baru masih seperti di tempat asalku, bahkan malahan lebih kental daripada yang aku miliki. Barangkali karena aku yang telah luntur, ter-aus-kan oleh pendidikan dan pengembaraanku.

Suatu malam, aku harus mewakili tim-ku untuk menghadiri kondangan di tetangga kontrakanku. Acaranya adalah dalam rangka mendoakan sang putera yang telah meninggal setahun lalu. Aku sebenarnya sedikit keki, karena cuman bersarung dan berkoko tanpa peci, sedangkan para hadirin hampir semuanya berpeci. Seperti di tempat asalku, bacaannya adalah Surat Yasin dan Tahlil, dengan perbedaan di "lagu" dan "dialek"-nya saja.

Yang benar-benar berbeda adalah sajian untuk para hadirinnya! Di samping tersedia nasi bungkus, terdapat tiga wadah khusus, satunya berisi ayam utuh, satunya lagi adalah nasi uduk dan terakhir adalah sekaleng bebungaan. Begitu seluruh bacaan telah selesai, satu orang berinisiatip memotong-memotong (lebih tepatnya: mematah-matahkan ayam utuh menjadi bagian kecil-kecil) untuk dibagikan dan ditambahkan ke dalam nasi bungkus para hadirin. Sedangkan bunganya, sampai acara selesai tidak di"apa-apa"kan.

Yang membuat saya heran adalah karena kondangan tersebut dilaksanakan di Lok Tabat Selatan, Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Dan masalah bunga, aku belum pernah menemukan sajian bunga dalam sebuah kondangan di tempat asalku! Apa karena para perantau lebih "kuat" dalam menjaga tradisi ke-jawa-annya dan masyarakat sekitarku sudah meluntur tradisinya, ataukah tradisi jawa telah di"padu"kan dengan adat Borneo?

Tidak ada komentar:

gara-gara akik

Jagoan ketigaku umurnya 8 tahun, kelas 2 Sekolah Dasar. Baru menyenangi akik yang saya beli di Martapura, sewaktu saya pulang bertugas dari ...