Senin, 26 Maret 2012

Rusak.....rusak.....oh negriku

Lama bertugas di pedalaman Kalimantan, senang rasanya begitu mendapatkan penugasan di Jawa, serasa pulang kembali ke tanah leluhur, padahal sebenarnya sudah dapat jatah pulang cuti tiap dua bulan sekali selama seminggunan. Jreng jreng......!!

Apalagi mendapatkan informasi yang lebih detail lokasinya, yaitu: Rengasdengklok! Tuing....langsung nyambung pikiran saya, itu kan nama daerah yang punya nama harum dalam sejarah revolusi fisik kemerdekaan kita. Di tempat itulah para pemuda kita mengamankan duet proklamator kita, sebelum mereka memproklamirkan kemerdekaan bangsa Indoonesia. Pastilah warganya tidak jauh beda dengan para pemudanya dulu: Nasionalis tulen, rela berkorban untuk bangsanya.

Dari arah Jakarta, keluar tol di gerbang Karawang Barat, masuk ke arah pantai utara menyusuri sungai (buatan) untuk menuju ke Rengasdengklok. Melihat pemandangan di sekitar jalam masuk ini, timbul pertanyaan dalam hati; apa betul suasana indah tentang Rengasdengklok yang ada di benak saya itu? Jajaran rumah yang kurang terawat dengan baik, sanitasi kurang bagus, drainase mampat, pemuda-pemuda tanggung yang nongkrong di pinggir-pinggir jalan atau di kedai, atau yang menjadi pak ogah: pengatur lalu lintas yang meminta imbalan suka-suka.

Benar saja......begitu melewati Tugu/monumen peringatan di tanah lapang, coretan-coretan cat dengan tulisan yang merusak keindahan ada dimana-mana. Inikah penerus generasi para pengharum bangsa, di Rengasdengklok? Monumen tidak terawat, kambing gembalaan berkeliaran di sekitar, tempat kotor dan kumuh seolah-olah terabaikan dan seorang tua renta berdiri di tengah jalan meminta kutipan kepada setiap kendaraan yang melintas. Aku langsung malas untuk turun untuk mengabadikan kenangan, memilih untuk terus masuk ke dalam menuju ke lokasi proyek.

Lebih ke dalam, perasaanku keadaan juga semakin lebih buruk: lebih kotor dan kumuh dibandingkan sebelumnya. Kendaraan mendadak macet, mengantri.......: " Ada apa pak?" tanyaku kepada seseorang yang sambil menggendong anak kecilnya berdiri di pinggir jalan ikut melihat keramaian yang ada jauh di depan. "Biasa......rebutan cowok!" jawabnya. Hah.....?! Logika normalku, di kebanyakan daerah yang telah aku datangi, lebih banyak cowok yang kesulitan untuk mendapatkan pasangan cewek. Lha ini, di sini......malahan terbalik. Alhamdulillah keributan cepat terurai, dan kendaraan terus bisa masuk ke dalam, tibalah di lokasi.

Pada lain waktu, saat proyek sudah dimulai, pada tahap awal-awal, kerumitan yang sebenar-benarnya terjadi! Perangkat desa ketika saya datangi dalam sosialisasi dan perkenalan, menjelaskan kerumitan yang mungkin timbul di desanya: tuntutan uang debu, uang bising, titip pekerja, dan oknum LSM yang akan meminta biaya tertentu. Prediksi itu memang benar adanya, bahkan lebih parah. Ketika kami akan memobilisasi alat berat ke lokasi proyek, kami menghadap terlebih dulu kepada aparat setempat untuk meminta bantuan pengawalan. Sambil memberikan biaya transport untuk mengawal alat berat tersebut, kami dengan sangat-sangat meminta bagaimana caranya alat berat tersebut harus tiba di lokasi malam itu juga. Untuk sekedar jaga-jaga, kami juga meminta bantuan hal yang sama kepada suplier lokal kami. Tatkala malam tiba, sekitar pukul 23.30 WIB, meluncurlah trailer yang membawa alat berat dari daerah Cakung keluar pintu tol di Karawang Barat. Sebelumnya sudah saya atur, agar antara Sopir dan pengawal (dari aparat) untuk berkoordinasi, untuk ketemu di suatu titik setelah keluar pintu tol. Tidak saya sangka........ternyata sang pengawal aparat tersebut malahan memerintahkan untuk berhenti terlebih dulu, dan menunggu sampai besok pagi baru mau mengawalnya. Alasannya pengawal aparat? Ada pasar tumpah, yang sulit untuk memerintahkan pedagangnya memberi jalan trailer lewat, dan ditambah adanya pengajian takut mengganggu proses pengajian tersebut.

Karena tidak mau merugi, sopir trailer nekat jalan sendiri menerobos keramaian pasar. ternyata ada beberapa "warga" yang mau membantu menggerakkan pedagang untuk memberi jalan. Rintangan pertama sukses terlewati, demikian juga rintangan kedua: tempat pengajian yang relatip lebih gampang juga berhasil dilewati. Tetapi.....di bagian belakang ini yang sangat tidak enak: pengawal ini minta harga yang tidak bisa ditawar, sesuka mereka!





Tidak ada komentar:

gara-gara akik

Jagoan ketigaku umurnya 8 tahun, kelas 2 Sekolah Dasar. Baru menyenangi akik yang saya beli di Martapura, sewaktu saya pulang bertugas dari ...