Rabu, 04 April 2012

Berhajilah selagi Muda (07) ARMINA

Inilah inti ibadah Haji. Perjalanan dimulai pada tanggal 8 Dzulhijjah, dari Mekah menuju Arofah. Ada beberapa rombongan yang mengambil tinggal terlebih dulu di Mina, tidak langsung di Arofahnya, Hari Tarwiyah. Sedangkan rombongan kami lebih memilih amannya, mengingat pada hari-hari tersebut lalu lintas sangat padat, mudah sekali terjebak kemacetan. Jika terkena macet, sebelum tiba di Arofah pada tanggal 9 Dzulhijjah, saatnya wukuf, maka gagallah haji kita. Kenyataannya memang ada beberapa rombongan yang tibanya di arofah pada tanggal 9 dzulhijjah pada sore harinya. Padahal Wukuf dimulai setelah matahari tergelincir, tanggal 9 dzulhijjah.

Berangkat dari Mekah, setelah sholat jumat, tanggal 8 dzulhijjah, rombongan kami tiba di Arofah sekitar waktu ashar. Jaraknya tidak terlalu jauh memang, sekitar 5 kilometeran. Cuman lalau lintasnya saja yang sangat padat. Sholat berjamaah, dzikir, baca Quran adalah kegiatan utama di sini selain mengantri! Bayangkan, seluruh jamaah haji terkonsentrasi di Arofah dengan fasilitas yang terbatas: makan dan minum, dan MCK. Memang benar di sinilah kesabaran para jamaah haji diuji, terutama dalam hal kesabaran mengantri. Mau makan: antri, mau ke MCK antri, yang paling tidak enak adalah ketika sudah sangat kebelet untuk buang air besar masih harus tetap menunggu antrian karena jamaah di depan kita tidak mau mengalah untuk memberi tempat terlebih dulu.

Pagi hari menjelang sholat shubuh, suasana di Arofah bergeliat oleh kegiatan para jamaah yang sudah antri mengular untuk berthoharoh :ke toilet, mandi, dan wudlu. Setelah sholat shubuh berjamaah, antri lagi untuk sarapan pagi. Setelah itu sholat dluha, mengaji dan bersiap-siap wukuf setelah sholat dluhur terlebih dulu. Suasana haru sudah mulai terasa semenjak pagi itu.....dan lebih terasa saat setelah sholat dluhur. Keharuan, kesyahduan, sesenggukan, tangisan dan linangan air mata sudah dimulai semenjak khotbah wukuf disuarakan.

Dan puncaknya.......adalah saat wukuf itu sendiri! Tangisan, sesenggukan dan linangan air mata yang tiada henti membasahi arofah yang kering kerontang. Apalagi suasana Arofah memang sudah demikian adanya: hening dan syahdu! Sangat terasa. Tempat bertemunya Nabi Adam dan Ibu Hawa, nenek moyang umat manusia di seluruh dunia.

Menjelang maghrib, jamaah berkemas untuk menuju muzdalifah, mabit sampai menjelang fajar, mengumpulkan batu-batu untuk jumrah di Mina. Jaraknya juga tidak jauh, hanya karena lalu lintas yang padat yang sering membikin para jamaah terlambat tiba di muzdalifah. Oleh karena alasan tersebut, ada beberapa jamaah yang lebih memilih berjalan kaki dari arofah menuju ke Muzdalifah. Setelah mengumpulkan batu-batu, jamaah beristirahat, tidur ayam, untuk kemudian bangun lagu dan bersiap-siap menunggu jemputan bus ke Mina, pagi dini harinya.


Perlu berhati-hati di muzdalifah, usahakan tetap berkumpul dengan rombongan, karena seluruh jamaah berkumpul di satu titik ini. Sekejap terpisah, sangat sulit menemukan rombongannya kembali. Meskipun di sini waktunya cuma sebentar, namun saya menjumpai begitu banyak jamaah haji dari daerah lain yang tersesat mencari teman satu rombongannya. Dan justru karena sebentar, jika kita tersesat dalam waktu yang lama akan mengacaukan jadwal pemberangkatan menuju ke Mina, tempat melaksanakan jumroh.

Menjelang dinihari, bus jemputan mulai berdatangan di muzdalifah. Kloter demi kloter berbaris menuju pinggir jalan, tempat untuk naik ke dalam bus yang akan membawa kita menuju Mina. Tidak perlu waktu lama untuk sampai di Mina, karena jaraknya yang tida jauh. Istirahat sebentar, bersih-bersih, mandi, ambil wudlu lalu rombongan bersiap-siap menuju jamarat. Pemilihan waktu dini hari ini bukannya tanpa alasan, karena untuk menghindari kesesakan dan penuhnya jamaah di siang hari. Banyak jamaah yang mencari waktu utama (afdhol) yaitu setelah matahari tergelincir di siang hari. Apalagi jarak yang harus kami tempuh dari perkemahan ke jamarat cukup jauh, sehingga kalau berangkat siang hari dengan panas matahari yang cukup terik, akan menguras tenaga kita, meskipun di beberapa titik disiapkan tempat untuk minum air dan MCK secara gratis. Takbir dan tahmid selalu berkumandang menemani setiap langkah kita bersama-sama dengan umat islam dari belahan dunia lainnya. Jumrah hari pertama cukup melempar di jumarah aqobah, satu tempat saja.

Hari kedua di Mina, seperti hari sebelumnya, kita harus melaksanakan jumrah, tapi kali ini di tiga tempat, Ula, wustho dan aqobah. Kali ini, saya berempat: istri dan sepasang teman: suami istri, memisahkan dari rombongan karena kami berniat untuk melaksanakan tanazul: menyempatkan ke Mekah untuuk thowaf ifadloh lalu kembali lagi ke Mina untuk mengambil nafar tsani. Berbeda dengan para jamaah lain dalam satu rombongan yang kebanyakan memilih nafar awal. Selesai, ketiga jumroh, kami berempat berjalan kaki menuju titik tempat adanya taksi tujuan Mekah. Sebelumnya kami sudah mendapatkan informasi, bahwasanya saat-saat wukuf tarif taksi akan naik berlipat. Benar saja, kami per kepala dikenai harga SAR 10 untuk harga yang biasanya cuman SAR 4-5.

Tiba di Mekah, kami langsung melaksanakan thowaf ifadloh dan sa'i, dengan rasa lelah yang tidak terkira, setelah sebelumnya jalan kaki dari kemah menuju ke jamarat. Alhamdulillah, masih kuat juga. Tetapi tiba gilirannya untuk pulang ke Maktab di Nakassah dan balik lagi ke Mina.....? Sungguh-sungguh tidak kuat. Maka, kami berempat memutuskan untuk naik taksi menuju ke Maktab di Nakassah. Berapa tarifnya? SAR 150 !!! Sungguh sebuah harga yang mencekik. Tapi, gimana lagi? Sudah tidak ada pilihan. Padahal harga biasa naik taksi berombongan cukup cukup dengan harga SAR 2, atau taksi yang bagus (isi 4 orang), harganya SAR 5.
Di taksi sambil ngobrol dengan sopir, yang kebanyakan lebih banyak pakai bahasa monyet (baca: isyarat), kami mendapatkan informasi kalau sopir tersebut berasal dari Afganistan. Tidak lupa pula membuat janji dengannya untuk mengantarkan kami nanti malam ke Mina, setelah kami istirahat cukup di maktab. Dengan tujuan Mina, berangkat dari Nakassah, harganya lebih gila, yaitu SAR 350.


..........................tunggu kelanjutannya!

Tidak ada komentar:

gara-gara akik

Jagoan ketigaku umurnya 8 tahun, kelas 2 Sekolah Dasar. Baru menyenangi akik yang saya beli di Martapura, sewaktu saya pulang bertugas dari ...