Kamis, 25 September 2008

...banting setir.........


Awalnya memang terasa berat,....perlu waktu lama dalam berpikir untuk mengambil keputusan. Sebuah keputusan yang akan sangat berpengaruh dalam perjalanan menempuh kurang dari separoh kehidupan yang telah aku jalani.

Tetapi roda kehidupan meski terus berputar, dan sebuah keputusan harus aku buat. Ya....! keputusan itu adalah...: berangkat ke Nangroe Aceh Darussalam, sebagai "tenaga kemanusiaan" untuk memulihkan dan membangun kembali Aceh setelah tragedi tsunami 26 Desember 2004.

Berawal dari sebuah iklan lowongan pekerjaan di harian nasional, aku kirimkanlah aplikasi. Waktu itu ada dua tempat, Banda Aceh dan Meulaboh. Tidak tahu kenapa, kata hatiku lebih memilih di Meulaboh. Berselang sebulan setelah aplikasi aku kirimkan, aku mendapatkan panggilan wawancara, tidak tanggung-tanggung jauhnya: di Medan. Sedangkan posisiku ada di Surabaya. Alamaaaaaaaaak............jauh sekali! Cashflow waktu itu memang lagi tidak likuid (karena memang alasan tersebutlah aku mengirim aplikasi), duit tidak ada, yang ada hanya sebuah tekad untuk berubah! Oh ya......ada satu yang tersisa: Kartu Kredit! Inilah sang "Dewa Penolong".

Dengan bekal kartu gesek, aku dapat tiket pergi ke Medan, wawancara sekitar setengah jam, dengan bule australi, aku setengah berhasil, tinggal rundingan dengan istri untuk mendapatkan kata setuju. Setelah minta ganti uang tiket berangkat, dan diberi tiket untuk pulang oleh pihak yang mewawancarai, sore itu juga aku langsung pulang ke Surabaya. Lelah tapi menggairahkan!

Dan....akhir Mei 2005, mulailah kehidupan baruku itu, bergabung dengan NGO (Non Govermental Organization, LSM), sebagai seorang pekerja kemanusiaan di Meulaboh, Aceh Barat, Provinsi Aceh.

Kira-kira sepuluh hari sebelum keberangkatan, aku pergi ke Semarang untuk beli tiket A*** A**, Semarang - Medan, transit di Jakarta. Tidak banyak masalah, tiket kudapatkan. Beberapa hari menjelang hari H keberangkatan, aku mendapatkan telepon dari maskapai, bahwa tidak ada pesawat maskapai yang berangkat ke Jakarta, saya akan dialihkan dengan pesawat lain. Saya tidak berdaya, karena hanya lewat telepon, seberapa kerasnya aku komplain pasti tidak akan terpuaskan. Hari H keberangkatan, dengan diantar keluarga besar, aku berangkat ke Semarang. Langsung aku temui, perwakilan maskapainya, komplain. Saya jelaskan kalau saya sangat keberatan jika dioperkan ke pesawat lain, karena bagasi yang saya bawa sangat banyak, ibaratnya pindahan rumah. Bayangkan jika harus pindah bagasi di Jakarta, dengan membawa barang sebegitu banyak, check in lagi di tempat yang cukup jauh, sungguh sangat berat. Aku bersikeras kepala, tidak mau dipindahkan. Di dalam ruangan kecil aku mendapatkan penjelasan, bahwasanya pesawat yang seharusnya ke Jakarta, memang benar-benar tidak ada, karena dicarter. Mereka ngotot memaksaku untuk pindah pesawat Semarang - Jakarta, sementara yang Jakarta - Medan masih tetap menggunakan A*** A**. Enak aja pikirku, aku benar-benar sangat marah waktu itu, sampai-sampai ada staf lain yang ikut nimbrung mau aku lempar dengan kursi. "Diam...!" kataku. Tidak tahu kenapa, akhirnya masakapai mau memindahkanku ke pesawat lain, tapi Semarang - Jakarta - Medan, tanpa harus pindah bagasi, akupun menyetujuinya.

Setelah mendapatkan tiket, aku langsung check in. Kucoba melihat harga di tiket, e ternyata harganya lebih murah daripada yang aku beli di maskapai. Dan anehnya mereka tidak mengembalikan sisanya! Dasar! Aku mengutuk maskapai tersebut, tidak lagi akan memilihnya, selamanya!!!

Alhamdulillah, perjalanan ke Medan lancar, dan tiba dengan selamat di Polonia. Dijemput oleh sopir kantor, aku diinapkan di Guest House. Selama dua hari di sini, aku kemudian terbang ke Meulaboh dengan pesawat kecil (S**C), namun dengan suara yang sangat besar meraung-raung, berpenumpang sekitar 8 orang. Untuk pertama kalinya aku menaiki pesawat kecil ini. Sekitar satu jam, akhirnya mendarat di bumi Teuku Umar, sebuah tempat baru yang akan menyambut masa depanku, dengan visi yang benar-benar baru.

Tidak ada komentar:

gara-gara akik

Jagoan ketigaku umurnya 8 tahun, kelas 2 Sekolah Dasar. Baru menyenangi akik yang saya beli di Martapura, sewaktu saya pulang bertugas dari ...