Rabu, 01 Februari 2012

Ujung Pandang (Makassar)

Tahun 1997, dulu kotanya bernama Ujung Pandang, sekarang berganti Makassar. Hampir setahun tinggal di ibukota Sulawesi Selatan, mengelola kantor cabang sebuah konsultan nasional, berkantor di Toddopuli, Panakukkang. Pisang Epek, Sop Konro, Coto, Palu Butung, Es Pisang Ijo dan jalangkotek: sebutan penganan yang ada di Makassar, meski sebenarnya barangnya sudah pernah aku kenali di Jawa.

Tindak kejahatan dengan kekerasan kerap kali terjadi. Hampir tiap hari, koran memberitakannya. Di tempat-tempat yang rawan, pintu rumah selalu dengan pintu ganda, untuk pengamanan. Pulang larut malam, selalu saya hindari.

Relasi kantor kebanyakan adalah pejabat kantor pemerintahan, bidang Pekerjaan Umum utamanya. Karena tidak disediakan Sopir, di sinilah dengan terpaksa: aku belajar mengemudi. Bisa! Meskipun dengan beberapa kali memakan korban: pertama menyenggol pintu gerbang kantor dan yang kedua saat berusaha keluar dari terperosok malahan menabrak bagian belakang mobil proyek milik relasi.

Pada suatu ketika, aku mendapatkan berita bahwa salah satu relasiku hendak pergi ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji. Datanglah saya untuk bersilaturahmi, medoakan keselematannya dan meminta untuk memanggil-manggil namaku saat di tanah suci nantinya, supaya aku bisa segera ikut menyusulnya. Tidak kusangka, sekembalinya dari tanah suci, beliau memberitahuku: " Pak Sus namamu sudah aku panggil di sana lho ya....!"

Pertama kali mendapatkan penugasan di kota ini, Isteriku pas mengandung anak pertamaku, Jagoan Pertama biasa aku menyebutnya.
Aku tinggal sendirian, isteri saya tinggal di PMI (Pondok Mertua Indah) C2N, Rembang. Sebulan sampai dua bulan sekali aku pulang untuk keluargaku. Suasana kantor chaos, orang-orangnya "aneh", tinggalan manajemen cabang sebelumnya. Masing-masing punya bisnis sendiri-sendiri selain kerjaannya di kantor. Saling tidak mau kalah terhadap apa-apa yang dia punyai. Dan cenderung menghalalkan segala cara untuk memperolehnya. Inventaris kantor, otomatis inventaris pribadinya.

Tinggal terpisah dengan keluarga, sungguh berat. Apalagi komunikasi saat itu belum secanggih saat sekarang. Handphone masih barang langka. Sementara, PMI tidak/belum ada jaringan telekomunikasi untuk perumahan. Satu-satunya telepon hanya ada di kantor kecamatan. Terpaksalah minta bantuan orang kecamatan, minta tolong dipanggilkan, kemudian isteri datang, barulah bisa omong-omongan. Sekitar setengah tahun kemudian, barulah aku bisa beli hand phone, meski yang di rumah masih tetap belum bisa, karena memang tidak ada jaringan.

Tidak banyak proyek yang harus saya dikelola. Ternyata selama ini, setiap proyek selalu di sub kontrakkan, terhadap orang-orang dalam sendiri. Akibatnya, kualitas jelek dan sulit mendapatkan kepercayaan dari owner kembali. Beberapa owner masih menagih tanggung jawab laporan proyek yang belum terselesaikan. "Ora melu mangan nongko tapi keno pulut-e", pepatah jawanya.



Aku teringat betul, saat itu tengah berada di Sulawesi Tengah, Palu, untuk mengurus Prakualifikasi. Ada telpon dari rumah C2N, isteriku mau melahirkan: anak pertama, Jagoan Pertama! Aku langsung balik ke Makassar, bersiap pulang ke C2N. Tiba di Makassar, telpon, mendapat kabar: Jagoan Pertama sudah terlahir dengan selamat. Alhamdulillah...............dari Makassar aku langsung terbang.....ke Surabaya terus ke C2N. Tiba di C2N tengah malam berikutnya, langsung menuju ke Rumah Sakit Rembang, tempat persalinan. Aku tergagap-gagap, galau......"aku sudah punya seorang anak....?"

Tidak ada komentar:

gara-gara akik

Jagoan ketigaku umurnya 8 tahun, kelas 2 Sekolah Dasar. Baru menyenangi akik yang saya beli di Martapura, sewaktu saya pulang bertugas dari ...