Selasa, 27 Oktober 2009

Pacet oh pacet!

Lamno, hutan dan gunungnya masih terhitung perawan. Dalam kegiatan keseharianku pada proyek pengadaan air bersih di 24 desa, mewajibkanku untuk hampir setiap minggu, naik ke bukit dimana sumber air berada. Ada tiga sumber airnya: Meudheun, Lambaro dan Buebuem di Teumareum.

Di balik kecantikan alamnya, Lamno memberiku kenangan yang tak kan mungkin kulupa: GIGITAN PACET! Setiap kali menaiki ketiga sumber air tersebut, hampir selalu aku dan teman-teman kena gigitan pacet. Untunglah sederhana cara melepaskannya, cukup dengan diberi air tembakau. Kebanyakan juga, tahu-tahu kakiku berdarah bekas gigitan pacet tersebut, karena begitu mereka kenyang darah akan melepaskan diri.

Yang membuatku takut dan merinding adalah pacet tersebut kadanag-kadang hadir di tempat tinggalku yang terbuat dari rumah knock down bantuan dari Palang Merah untuk tempat tinggal sementara bagi korban tsunami. Tak bisa kubayangkan seandainya pacet tersebut menggigitku dikala aku tidur, dan memilih di anggota badanku yang vital: MATA!

Tidak ada komentar:

gara-gara akik

Jagoan ketigaku umurnya 8 tahun, kelas 2 Sekolah Dasar. Baru menyenangi akik yang saya beli di Martapura, sewaktu saya pulang bertugas dari ...